Dewan Pengurus Wilayah Persatuan Perawat Nasional Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur (DWP PPNI NTT) satu suara ikut menolak RUU Kesehatan Omnibus Law yang disinyalir melemahkan peran organisasi profesi dalam tugas perlindungan dan pengawasan terhadap anggota.
Bahkan mayoritas pengurus PPNI NTT sempat berang karena eksistensi UU No.38 Tahun 2014 tentang Keperawatan terancam hilang jika RUU Kesehatan tersebut berlaku. Berbagai pernyataaan sikap DPW PPNI NTT itu disampaikan dalam rapat pleno yang berlangsung secara daring dengan media Zoom pada Selasa (25/10/2022) pukul 17.00-19.00 WITA.
Rapat pleno DPW PPNI NTT itu merupakan tindak lanjut dari Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) PPNI yang digelas di Jakarta pada 18 Oktober 2022 lalu. Aemilianus Mau, S.Kep.,Ns, M.Kep selaku Ketua DPW PPNI NTT yang turut hadir dalam Rapimnas PPNI tersebut menjelaskan hasil rapat dan rencana tindak lanjut kepada pengurus pleno PPNI NTT.
“Keputusannya sama, kita harus mempertahankan UU Keperawatan yang telah diperjuangkan selama 25 tahun,” kata Ketua DPW PPNI NTT yang akrab disapa Pak Willy itu.
Menurut Pak Willy, RUU Kesehatan Omnibus Law saat ini sudah masuk dalam daftar prioritas pembahasan Badan Legislatif (Baleg) DPR RI. Konon, lanjut Pak Willy, jika sebuah RUU sudah masuk ke sana, maka sebentar lagi pasti akan disahkan.
Karena itu, terang Pak Willy, saat Rapimnas PPNI semuanya sepakat untuk melakukan penolakan terhadap RUU Kesehatan Omnibus Law tersebut dengan berbagai pendekatan, baik kepada pemerintah maupun lembaga atau anggota legislatif.
Menurut Pak Willy, PPNI seluruh Indonesia menuntut agar UU Keperawatan tidak perlu diikutkan dalam RUU Kesehatan Omnibus Law. Selama ini, lanjut Pak Willy, UU Keperawatan sangat bermanfaat karena mengatur dengan baik mengenai pendidikan, praktik dan pengembangan profesi keperawatan lainnya.
“Kalau misalnya ada bagian dari UU Keperawatan yang kurang sesuai, silakan amandemen, tapi tidak boleh diganti atau dihilangkan,” tambahnya.
Karena itu, Pak Willy mengajak semua pengurus PPNI di NTT untuk ikut bergerak menolak penggantian UU Keperawatan tersebut, mulai dari tingkat DWP, DPD, hingga DPK. “Apa yang bisa kita lakukan di di NTT? Mohon tanggapan dan masukan semua pengurus,” kata Pak Willy sebelum membuka kesempatan diskusi.
Bonevasius Bhute, S.Kep, Ns, M.Kep mengatakan sepakat dengan apa yang telah diputuskan dalam Rapimas PPNI. Menurutnya, kalau sampai UU Keperawatan sampai dihilangkan, itu sangat berbahaya bagi profesi perawat karena UU tersebut sudah mengatur dengan baik semua kebutuhan profesi perawat.
“Tidak masalah kalau RUU Kesehatan itu disahkan, tapi jangan sampai menghilangkan UU Keperawatan,” tegas Ketua Divisi Hukum dan Perundang-undangan DPW PPNI NTT yang akrab disapak Pak Bone itu.
Menurut Pak Bone, RUU Kesehatan Omnibus Law itu hanya mengatur ketentuan-ketentuan secara umum, sedangkan kebutuhan masing-masing profesi kesehatan tetap diatur dalam UU khusus, seperti PPNI untuk perawat, IDI untuk dokter, IAI untuk apoteker, dan sebagainya.
UU Keperawatan sudah lengkap, lanjut Pak Bone, karena isinya mengatur tentang pendidikan, praktik, dan pengembangan profesi perawat. Kalau masih ada yang kurang, boleh ditambahkan dalam UU Kesehatan, tapi jangan sampai menghilangkan UU Keperawatan.
Karena itu, Pak Bone memberikan beberapa rekomendasi tindakan yang perlu dilakukan PPNI NTT. Pertama, melakukan koordinasi dengan organisasi profesi kesehatan lain yang ikut dirugikan dengan adanya RUU Kesehatan tersebut. Kedua, melakukan advokasi melalui anggota DPR RI yang berasal dari wilayah NTT. Ketiga, menyampaikan aspirasi kepada pemerintah dan DPR di tingkat provinsi dan semua kabupaten yang ada di NTT, untuk menunjukkan bahwa semua elemen menolak RUU Kesehatan tersebut.
“Kita kawal terus, jangan sampai UU Keperawatan dihilangkan!” tandas Pak Bone.
Pengurus lain juga menyampaikan pendapat yang kurang lebih sama. Gadur Blasius, S.Kep.,Ns, M.Kes selaku anggota Divisi Hukum dan Perundang-undangan DPW PPNI NTT mengatakan agar gerakan penolakan terhadap RUU Kesehatan itu jangan sampai menunggu UU Keperawatan dicabut.
Servasius G. Ragung, S.Kep.,Ns, anggota Divisi Pelayanan DPW PPNI NTT mengkhawatirkan diskusi liar di media sosial terkait isu RUU Kesehatan Omnibus Law, karena sebagian oknum perawat merasa diuntungkan karena ada isu kalau misalnya UU itu disahkan makan STR akan berlaku seumur hidup.
Menanggapi isu tersebut, Agustinus Ara, S.Kep,Ns, M.Kep selaku Wakil Ketua Bidang Pelayanan DPW PPNI NTT menyarankan agar PPNI harus bisa mengelola isu tersebut agar tidak menimbulka kesalahan persepsi. Menurutnya, PPNI perlu memberi edukasi lewat berbagi media terkait apa dampak bagi perawat jika RUU Kesehatan itu berlaku atau jika UU Keperawatan dihilangkan.
Wakil Ketua Bidang Organisasi dan Kaderisasi DPW PPNI NTT, Sabinus B. Kedang, S.Kep.,Ns, M.Kep, mengusulkan untuk perlu dilakukan seminar nasional untuk memahami lebih RUU Kesehatan Omnibus law tersebut. Menurutnya, pemahaman yang baik tentang materi RUU tersebut akan meyakikan perawat tentang pentingnya mempertahakan UU Keperawatan.
Stefanus Mendes Kiik, S.Kep.Ns,M.Kep, Sp.Kep.Kom selaku Wakil Ketua Bidang Pendidikan dan Pelatihan DPW PPNI NTT setuju dengan rencana melakukan advokasi melalui DPR dan pemerintah. Menurutnya, PPNI perlu mengundang anggota DPR RI untuk menyampaikan masalah yang sedang dialami dan bila perlu bersama DPP PPNI berupaya untuk bisa bertemu langsung dengan Presiden RI.
Semua usulan peserta rapat disambut positif oleh Pak Willy selaku pemimpin rapat dan Ketua DPW PPNI NTT. Menurutnya, semua usulan itu akan dilaksanakan satu per satu, tapi akan didahului dengan rapat koordinasi dengan organisasi profesi kesehatan lain yang ada di NTT. Hasil rapat itu akan dijadikan dasar dalam proses advokasi kepada lembaga legislatif maupun eksekutif.
Pak Willy juga sudah melakukan komunikasi awal dengan Emanuel Melkiades Laka Lena. Menurut Pak Willy, salah satu anggota DPR RI dari wilayah NTT itu siap melakukan pertemua dengan perawat NTT untuk menampung aspirasi yang bisa diterukan ke pusat.
“Minggu ini kita awali dengan mengundang beberapa organisasi profesi kesehatan di NTT. Jangan tunda-tunda lagi, kita harus segera beraksi,” tutup Pak Willy.
Penulis: Saverinus Suhardin (Infokom DPW PPNI NTT)