Oleh: Lodwyk Laurika

(Mahasiswa Jurusan Keperawatan STIKes Maranatha Kupang)

Angka kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) pada anak merupakan permasalahan yang dihadapi oleh semua negara, baik negara maju maupun negara berkembang termasuk di Indonesia. Angka kesakitan dan kematian pada anak tidak hanya terkait dengan derajat kesehatan anak yang sangat rendah tetapi juga terkait erat dengan kurangnya pemberian imunisasi pada anak.

Imunisasi merupakan upaya kesehatan masyarakat paling efektif dan efisien dalam mencegah beberapa penyakit berbahaya (Kemenkes RI, 2020). Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan (PerMenKes RI, 2017).

Imunisasi adalah upaya kesehatan masyarakat paling efektif dan efisien dalam mencegah penyakit dan menurunkan angka kematian seperti cacar, polio, tubercolosis, hepatitis B, difteri, campak, rubella dan sindrom kecacatan bawaan akibat rubella (congenital rubella syndrome/CRS), tetanus, pneumonia (radang paru) serta meningitis (Nandi & Shet, 2020).

Prevalensi imunisasi berdasarkan profil kesehatan indonesia pada tahun 2018 menjelaskan bahwa seluruh bayi di Provinsi Jawa Tengah, DKI Jakarta, Nusa Tenggara Barat, dan Sumatera Selatan telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Sedangkan provinsi dengan capaian terendah yaitu Papua (29,60%), Nusa Tenggara Timur (51,72%) dan Aceh (55,26%) (Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes RI, 2019).

Program imunisasi dari pemerintah merupakan salah satu upaya untuk melindungi penduduk terhadap penyakit tertentu. Program imunisasi diberikan kepada populasi yang dianggap rentan terjangkit penyakit menular, yaitu bayi, anak usia sekolah, wanita usia subur, dan ibu hamil.

Setiap bayi wajib mendapatkan lima imunisasi dasar lengkap (LIL) yang terdiri dari : 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis polio, 3 dosis hepatitis B, dan 1 dosis campak. Dari kelima imunisasi dasar lengkap yang diwajibkan tersebut, campak merupakan imunisasi yang mendapat perhatian lebih yang dibuktikan dengan komitmen Indonesia pada lingkup ASEAN dan SEARO untuk mempertahankan cakupan imunisasi campak sebesar 90%. Hal ini terkait dengan realita bahwa campak adalah salah satu penyebab utama kematian pada balita. Pencegahan campak memiliki peran signifikan dalam penurunan angka kematian balita (Depkes RI, 2009).

Tujuan imunisasi terutama untuk memberikan perlindungan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Menurut Permenkes RI (2017), program imunisasi di Indonesia memiliki tujuan umum untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I).

Sedangkan, tujuan khusus dari imunisasi ini diantaranya, tercapainya cakupan imunisasi dasar lengkap (IDL) pada bayi sesuai target RPJMN (target tahun 2019 yaitu 93%), tercapainya Universal Child Immunization/UCI (prosentase minimal 80% bayi yang mendapat IDL disuatu desa/kelurahan) di seluruh desa/kelurahan, dan tercapainya reduksi, eliminasi, dan eradikasi penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PerMenKes RI, 2017).

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengubah konsep imunisasi dasar lengkap menjadi imunisasi rutin lengkap. Imunisasi rutin lengkap itu terdiri dari imunisasi dasar dan lanjutan. Imunisasi dasar saja tidak cukup, diperlukan imunisasi lanjutan untuk mempertahankan tingkat kekebalan yang optimal. Pemberian imunisasi disesuaikan dengan usia anak.

Untuk imunisasi dasar lengkap :

  1. Usia kurang dari 24 jam diberikan imunisasi Hepatitis B (HB-0)
  2. Usia 1 bulan diberikan (BCG dan Polio 1)
  3. Usia 2 bulan diberikan (DPT-HB-Hib 1 dan Polio 2)
  4. Usia 3 bulan diberikan (DPT-HB-Hib 2 dan Polio 3)
  5. Usia 4 bulan diberikan (DPT-HB-Hib 3, Polio 4 dan IPV atau Polio suntik), dan
  6. Usia 9 bulan diberikan (Campak atau MR).

Untuk imunisasi lanjutan :

  1. Usia bawah dua tahun (Baduta) usia 18 bulan diberikan imunisasi (DPT-HB-Hib dan Campak/MR)
  2. Kelas 1 SD/madrasah/sederajat diberikan (DT dan Campak/MR)
  3. Kelas 2 dan 5 SD/madrasah/sederajat diberikan (Td) (Kemenkes RI, 2018).

Semakin rendahnya anak yang mendapatkan cakupan imunisasi dasar lengkap serta masih ada anak yang tidak mendapatkan imunisasi, hal ini akanberdampak pada kesehatan anak dan terancam akan terkena penyakit dan wabahpenyakit seperti penyakit TBC (Tuberkulosis), difteri, pertusis, tetanus, campak, polio, dan hepatitis B akibat dari tidak mengikutsertakan anak dalam pemberian imunisasi dasar secara lengkap .

Berdasarkan data subjektif yang saya dapatkan bahwa ada beberapa hal yang mempengaruhi masyarakat sehingga anaknya belum melaksanakan imunisasi secara lengkap yaitu pandangan mereka terhadap imunisasi dapat membahayakan kesehatan anak mereka dimasa mendatang.

‘‘Saya takut anak saya akan cacat setelah disuntik, mungkin bukan sekarang tapi nanti ketika mereka dewasa nanti’’ ungkap seorang ibu. Dan hal ini dibuktikan juga dengan belum tercapainya target cakupan imunisasi antara lain rumor yang salah tentang imunisasi, masyarakat berpendapat imunisasi menyebabkan anaknya menjadi sakit, cacat atau bahkan meninggal dunia, pemahaman masyarakat terutama orang tua yang masih kurang tentang imunisasi, dan motivasi orang tua untuk memberikan imunisasi pada anaknya masih rendah (Iswanti, T., & Tansah, A. 2019).

Peran seorang ibu dalam program imunisasi sangat penting, sehingga pemahaman tentang imuunisasi sangat diperlukan. Begitu juga dengan pengetahuan, kepercayaan dan perilaku kesehatan orang tua. Kurangnya sosialisasi dari petugas kesehatan menyebabkan masalah rendahnya pengertian, pemahaman dan kepatuhan ibu dalam program imunisasi (Triana, V. 2017).

Petugas kesehatan puskesmas dalam hal ini petugas imunisasi juga mempunyai peran dalam meningkatkan kemauan ibu yang mempunyai bayi/balita untuk diimunisasi dengan memberdayakan posyandu, artinya program imunisasi akan tercapai dengan optimal jika masyarakat ikut berpartisipasi terhadap program tersebut, dan partisipasi tersebut terwujud jika masyarakat diberdayakan.

Konsep posyandu adalah konsep pemberdayaan masyarakat untuk hidup sehat dan menyadari akan kebutuhan kesehatan diri dan keluarga. Rendahnya cakupan imunisasi dasar pada bayi atau balita diasumsikan karena rendahnya partisipasi ibu-ibu yang mempunyai bayi atau balita untuk diimunisasi, sebagai akibat minimnya upaya pemberdayaan yang dilakukan oleh petugas kesehatan puskesmas (Maulana, M. N. 2018).

***

(Tulisan ini merupakan salah satu tulisan yang diikutkan dalam lomba menulis dalam rangka IND dan BIAN yang diselenggarakan DPW PPNI Provinsi NTT. Jika Anda suka dengan tulisan ini, silakan bagikan di media sosial Anda, karena salah satu penilaian diambil dari seberapa banyak tulisan ini dibaca orang. Selain itu, jika Anda tertarik ikut lomba menuli ini juga, klik informasinya di sini)

Artikulli paraprakPercuma Ikut Imunisasi?
Artikulli tjetërBangsa yang Sehat, Bangsa yang Terimunisasi