Dewan Pengurus Wilayah Persatuan Perawat Nasional Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur (DPW PPNI NTT) kembali menanggapi perkembangan Rancangan Undang Undang (RUU) Kesehatan Omnibuslaw dengan menggelar rapat koordinasi dengan organisasi profesi (OP) kesehatan lain yang ada di NTT pada Rabu (10/05/2023) sore pukul 16.00 WITA.
Rapat yang berlangsung secara daring melalui media Zoom itu dihadiri oleh ketua atau perwakilan pengurus daerah/wilayah NTT dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) selaku tuan rumah.
Ketua DPW PPNI NTT—Aemilianus Mau, S.Kep.,Ns, M.Kep—yang menjadi pemimpin rapat, pada sesi awal menjelaskan alasan yang membuat PPNI NTT menginisiasi kolaborasi dengan organisasi profesi kesehatan lain tersebut dalam menanggapi perkembangan RUU Kesehatan Omnibuslaw. Menurutnya, PPNI bersama 4 organisasi profesi kesehatan lain yang hadir telah memiliki UU sendiri, tapi regulasi yang sudah dinilai positif oleh masing-masing profesi itu teramcam dihapus dengan kehadiran RUU Kesehatan Omnibuslaw.
Selain itu, Aemilianus Mau menerangkan bahwa 5 organisasi profesi kesehatan itu juga sudah berjuang bersama di tingkat pusat, salah satunya dengan aksi demonstrasi yang berlangsung pada Senin (08/05/2023) lalu.
“Tapi, kita di NTT ini terkesan masih sepi. Apa yang bisa kita lakukan bersama?” lanjut Aemilianus Mau.
Karena itu, Aemilianus Mau mengungkapkan bahwa PPNI NTT ingin mendengar pandangan organisasi profesi kesehatan lain yang memiliki kesamaan masalah, sekaligus membangun upaya kerja sama dalam melakukan berbagai upaya advokasi dengan pihak pemerintah maupun legislatif.
Sekilas Perjalanan DPW PPNI NTT Merespons RUU Kesehatan Omnibuslaw
Berdasarkan catatan Tim Infokom, DPW PPNI NTT sebenarnya sudah melakukan berbagai upaya dalam merespons RUU Kesehatan Omnibuslaw. Pertama, DPW PPNI NTT melakukan rapat pleno pada Selasa (25/10/2022) lalu yang pada dasarnya tidak mau UU Keperawatan dihilangkan (Liputan lengkapnya bisa dibaca di sini: https://ppnintt.org/ppni-ntt-berang-uu-keperawatan-terancam-hilang/).
Kedua, DPW PPNI NTT juga melakukan rapat koordinasi dengan Dewan Pengurus Daerah (DPD) PPNI Kabupaten/Kota se-Provinsi NTT pada Kamis (27/10/2022) yang hasilnya juga sama, yaitu tetap ingin mempertahankan UU Keperawatan (Liputan lengkapnya bisa dibaca di sini: https://ppnintt.org/ppni-ntt-ingin-pertahankan-uu-keperawatan/).
Ketiga, DPW PPNI NTT membangun kolaborasi bersama organisai profesi kesehatan lain dengan cara mengundang ketua atau perwakilan pengurus untuk melakukan diskusi bersama yang berlangsung pada Rabu (09/11/2022) lalu di Graha PPNI NTT. Hasilnya, organisai profesi kesehatan yang hadir secara umum menolak RUU Kesehatan Omnibuslaw (Liputan lengkapnya bisa dibaca di sini: https://ppnintt.org/ppni-bersama-organisasi-profesi-kesehatan-se-ntt-bahas-ruu-kesehatan-omnibus-law/).
Setelah itu, RUU Kesehatan Omnibuslaw memasuki tahapan mendengar masukan masyarakat (public hearing). Pada tahap ini, DPW PPNI NTT aktif mengikuti berbagai kegiatan public hearing yang dihelat di beberapa tempat oleh berbagai lembaga/institusi, baik secara daring maupung luring. Ada banyak masukan dari PPNI terkaiat substansi RUU Kesehatan Omnibuslaw tersebut.
Berdasarkan analisis terbaru dari DPP PPNI, RUU Kesehatan Omnibuslaw yang saat ini akan memasuki tahapan pembahasan di DPR-RI itu secara substansi belum mengakomodir masukan organisasi profesi kesehatan, termasuk PPNI. Karena itu, PPNI bersama 4 organisasi profesi kesehatan lainnya tetap konsisten memperjuangkan aspirasinya dengan melakukan berbagai aksi, sehingga RUU Kesehatan Omnibuslaw tidak perlu dibahas untuk dijadikan UU yang resmi.
Aski protes tersebut telah dimulai sejak Senin (08/05/2023) lalu di Jakarta dengan melakukan demonstrasi. DPW PPNI NTT pada dasarnya mendukung aksi tersebut dan berencana melakukan aksi serupa di tingkat Provinsi NTT.
Tapi, menurut Bonevasius Bhute selaku Wakil Ketua Bidang Hukum dan Perundang-undangan DPW PPNI NTT, pada waktu yang sama pejabat eksekutif dan legistlatif di NTT sedang berkonsentrasi menyelenggarakan ASEAN Summit di Labuan Bajo. Karena itu, kegiatan advokasi tersebut akan diundur setelah pelaksanaan pertemuan internasional tersebut.
Tanggap Organisasi Profesi Kesahatan di NTT
Ketua Badan Pengurus PDGI (Persatuan Dokter Gigi Indonesia) Provinsi NTT, drg. Friska D. Simamora, Sp.Orto.,M.KM, menilai keberadaan RUU Kesehatan Omnibuslaw akan membuat peran organisasi profesi hanya sebagai kumpulan saja—seperti kelompok arisan. Menurutnya, sebagian besar peran organisai profesi yang mengatur mutu anggota, izin praktik, dll., akan diambil alih oleh pemerintah.
“Kita hanya pajangan saja akhirnya,” keluh drg. Friska.
drg. Friska juga menanggapi soal isu STR seumur hidup. Menurutnya, selama ini organisasi profesi tidak pernah mempersulit anggota yang ingin memperpanjang STR, asalkan memenuhi syarat yang intinya untuk memastikan mutu pelayanan para anggota.
Ia ragu kalau STR berlaku seumur hidup, bagaimana pemerintah bisa mengontrol atau menjamin mutu pelayanan yang diberikan anggota kita. Karena itu, PDGI Provinsi NTT menilai RUU Kesehatan Omnibuslaw dibatalkan atau kalau mau dilanjutkan, maka poin yang mengatur peran organisasi profesi perlu direvisi kembali.
Ketua Pengurus Daerah Ikatan Apotekes Indonesia (IAI) Provinsi NTT, apt. Frama El Lefiyana, S.Si., M.Sc, juga menyampaikan keluhan yang sama—seperti PDGI NTT. Menurut apt. Frama, selama ini di IAI juga tidak ada tindakan yang berupaya menghambat anggota dalam mengurus haknya seperti STR.
Selain itu, IAI NTT juga mengkhawatirkan adanya organisasi profesi ganda dan hilangnya imunitas (perlindungan hukum) bagi tenaga kesehatan dengan keberadaan RUU Kesehatan Omnibuslaw. Karena itu, IAI NTT secara prinsip tidak sepakat dengan beberapa poin yang termuat dalam RUU tersebut, sehingga mereka bersepakat untuk melakukan advokasi bersama kepada pemerintah atau lewat lembaga legislatif yang ada di NTT.
Ketua IDI (Ikatan Dokter Indonesia) Wilayah NTT, dr. Stefanus Dhe Soka, SpB, menjelaskan bahwa IDI NTT secara internal mempunyai rencana melakukan advokasi dengan anggota DPR RI yang berasal dari dapil NTT. Menurutnya, IDI NTT menekankan dua poin susbtansi RUU Kesehatan Omnibuslaw yang perlu direvisi, yaitu terkait eksistensi organisasi profesi dan imunitas bagi tenaga kesehatan.
“Mungkin kita tidak membatalkan seluruh RUU tersebut, tapi ada beberapa pasal yang perlu diusulkan untuk diubah,” kata dr. Stefanus Dhe Soka.
Karena itu, IDI NTT sepakat dengan rencana melakukan audiensi dengan DPRD NTT untuk menyampaikan aspirasi. Secara umum, IDI NTT berharap agar RUU tersebut nantinya tetap mempertahankan fungsi organisasi profesi dan menjamin imunitas bagi tenaga kesehatan selama memberi pelayanan.
Pandangan DPW PPNI NTT disampaikan oleh Wakil Ketua Bidang Hukum dan Perundang-undangan, Bonevasius Bhute, S.Kep.,Ns, M.Kes. Menurutnya, sejak awal PPNI menolak RUU Kesehatan Omnibuslaw karena kehadirannya akan menghapus UU Keperawatan. Padahal, lanjut Bonevasius Bhute, UU Keperawatan telah mengatur profesi keperawatan secara baik.
“Kami tidak setuju kalau UU Keperawatan dihilangkan,” tegas Bonevasius Bhute.
Karena itu, DPW PPNI NTT ingin menginisiasi aksi bersama dengan organisasi profesi kesehatan lain untuk melakukan advokasi dan audiensi dengan anggota DPRD NTT, sehingga ada perhatian dari daerah. DPW PPNI NTT mengusulkan agar semua organisasi profesi yang merasa dirugikan itu membentuk sekretariat bersama (sekber) untuk melakukan advokasi bersama.
Pengurus Daerah Ikatan Bidan Indonesia (IBI) NTT yang pada kesempatan itu diwakili Gilda Saina, mengaku resah dengan kehadiran RUU Kesehatan Omnibuslaw tersebut. Menurutnya, UU Kebidanan baru diresmkan pada tahun 2019 lalu, tapi belum sempat dinikmati secara baik, kini terancam hilang lagi.
“Kita mengalami kemunduran lagi,” keluh Gilda Saina.
Karena itu, IBI NTT juga bersepakat melakukan aksi bersama dengan organisai profesi kesehatan lain. Pada prinsipnya, IBI NTT tidak mau kalu peran organisai profesi dikebiri dengan RUU Kesehatan Omnibuslaw.
Siap Melakukan Aksi Bersama
Rapat bersama yang dipimpin Ketua DPW PPNI NTT—Aemilianus Mau—tersebut pada akhirnya menyepakati untuk melakukan aksi bersama untuk menolak atau merevisi substansi RUU Kesehatan Omnibuslaw. Bentuk aksinya berupak advokasi melalui DPRD NTT yang rencananya akan dilakukan pada Senin, 15 Mei mendatang.
Kelima organisai profesi kesehatan itu bersepakat membentuk sekretariat bersama (sekber) dan segera melakukan berbagai tahapan kegiatan untuk menyukseskan advokasi tersebut. Sebagai inisiator awal, Aemilianus Mau sebagai perwakilan DPW PPNI NTT bersedia memfasilitasi langkah-langkah persiapan awal, sehingga advokasi bersama itu dapat berjalan lancar.
“Terima kasih banyak untuk partisipasi kita semua. Kita tidak bisa berjuang sendiri, kita tingkatkan budaya kerja kolaborasi,” tutup Aemilianus Mau.
Penulis: Saverinus Suhardin (Infokom DPW PPNI NTT)