Dewan Pengurus Wilayah Persatuan Perawat Nasional Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur (DPW PPNI NTT) menginisiasi pertemuan lintas organisasi profesi kesehatan se-Provinsi NTT yang berlangsung pada Rabu (09/11/2022) di Graha PPNI NTT, untuk membahas sikap masing-masing organisasi profesi terhadap isu RUU Kesehatan Omnibus Law (selanjutnya disingkat RUU KOL).

Pada kesempatan itu, organisasi profesi kesehatan yang hadir di antaranya Ketua Pengurus Daerah Ikatan Bidan Indonesia Provinsi NTT (PD IBI NTT); Ketua Pengurus Wilayah Persatuan Terapis Gigi dan Mulut Indonesia Provinsi NTT (PW PTGMI NTT); dan Ketua DPW PPNI NTT selaku tuan rumah.

Pertemuan yang dipimpin oleh Bonevasius Bhute, S.Kep.,Ns, M.Kes selaku Ketua Divisi Hukum dan Perundang-undangan DPW PPNI NTT itu diawali dengan penyampaian pandangan awal masing-masing organisasi profesi terhadap isu RUU KOL. Kesempatan pertama diberikan kepada Aemilianus Mau, S.Kep.,Ns, M.Kep selaku Ketua DPW PPNI NTT.

Aemilianus Mau menjelaskan bahwa, rapat koordinasi tersebut merupakan tindak lanjut dari sikap DPW PPNI NTT yang tegas menolak RUU KOL, jika kehadirannya menghilangkan UU Keperawatan yang sudah ada lebih dulu dan dinilai cukup komprehensif mengatur pendidikan dan praktik perawat.

“Andai kata RUU KOL tidak mengganggu eksistensi UU Keperawatan, tapi mengatur hal lain yang belum diatur seperti masalah kesejahteraan tenaga kesehatan, maka DPW PPNI NTT akan mendukung RUU tersebut,” tegas Ketua DPW PPNI NTT yang biasa disapa Pak Willy itu.

Tapi dari draft RUU KOL yang beredar, lanjut Pak Willy, ada ancaman pelemahan wewenang organisasi profesi dalam menjalankan tugas pembinaan dan pengawasan pada anggota, serta UU yang menaungi masing-masing profesi kesehatan—termasuk UU Keperawatan—dianggap tidak berlaku lagi.

Karena itu, menurut Pak Willy, DPW PPNI NTT sudah bersepakat untuk melakukan berbagai rencana aksi dan advokasi kepada pemerintah dan DPR untuk menolak RUU KOL tersebut. Salah satunya dengan mengundang dan berdiskusi dengan organisasi profesi kesehatan lain yang mungkin memiliki kesamaan pendapat, sehingga bisa melakukan perjuangan bersama-sama.

“Kami sudah mengundang semua organisasi profesi kesehatan yang ada di NTT, tapi mungkin karena kesibukan kerja, sehingga hari ini tidak semuanya bisa hadir,” tambah Pak Willy. “Anggap saja ini sebagai pertemuan awal, nanti selanjutnya kita tetap menggandeng organisasi profesi kesehatan lain untuk bergerak sama-sama.”

Suasana rapat lintas organisasi profesi kesehatan di NTT yang membahas “Sikap Organisasi Profesi Kesehatan Terhadap RUU Kesehatan Omnibus Law”

Ketua PD IBI NTT, Damita Palalangan, A.Md Keb, SKM, M.Hum, menyampaikan pandangan yang kurang lebih sama, yakni ikut menolak RUU KOL tersebut. Menurutnya, sejak Juli 2022 lalu, Pengurus Pusat (PP) IBI telah menekankan kepada PD (Penurus Daerah) dan PC (Pengurus Cabang) IBI se-Indonesia melalui rapat koordinasi agar semua bidan menolak RUU KOL, karena dinilai melemahkan peran organisasi profesi dan mengancam eksistensi UU Kebidanan yang sudah ada.

“Apalagi kami punya UU Kebidanan baru disahkan pada 2019 lalu, kemudian September kemarin sudah ada SKK (Standar Kompetensi Kerja) Bidang Kebidanan, masa mau dihilangkan lagi?” kata Ketua PD IBI NTT yang akrab disapa Ibu Damita tersebut.

Ibu Damita menambahkan, IBI memiliki 3 prinsip keputusan. Pertama, menolak RUU KOL. Kedua, kalau RUU KOL ingin tetap ada, maka UU yang mengatur profesi kesehatan masing-masing seperti UU Kebidanan harus tetap ada. Ketiga, jangan sampai hapus UU yang sudah ada, tapi lengkapi saja bagian yang kurang seperti masalah kesejahteraan.

Hingga saat ini, PD IBI NTT telah membahas secara internal mengenai isu RUU KOL tersebut bersama PC IBI se-Provinsi NTT. “Kami sudah sampaikan ke semua anggota, kalau anggota legislatif sedang melakukan reses di tempat masing-masing, maka bidan harus menyampaikan penolakan terhadap RUU KOL tersebut,” tandas Ibu Damita.

Ketua PTGMI NTT, Yonas Laga Nguru, S.Tr.Kes, menyampaikan terima kasih kepada DPW PPNI NTT yang telah berinisiatif mengumpulkan organisasi profesi kesehatan di NTT untuk membahas masalah penting tersebut. Menurutnya, PTGMI NTT juga menolak keras RUU KOL tersebut karena tidak memiliki urgensi yang mendesak pada saat ini.

“Kalau tujuannya untuk memperbaiki mutu kesehatan, kita dukung!” tegas Ketua PTGMI NTT yang sehari-hari disapa Pak Yonas tersebut.

Menurut Pak Yonas, PTGMI se-Indonesia juga sudah memiliki sikap tegas untuk menolak RUU KOL itu karena disinyalir akan mengamputasi peran organisasi profesi. Padahal, lanjut Pak Yonas, perawat kontrol organisasi profesi sangat penting bagi anggota, misalnya dalam pengurusan STR (Surat Tanda Registrasi).

“Kami di PTGMI menilai RUU KOL tersebut belum terlalu urgen untuk disahkan,” tambah Pak Yonas.

Setelah menyampaikan pandangan awal dari masing-masing organisasi, Pak Bone sebagai pemimpin rapat memfasilitasi peserta untuk membuat Rencana Tindak Lanjut (RTL) bersama. Setelah melewati proses diskusi, forum menyepakati untuk melaksanakan rencana-rencana seperti yang diuraikan di bawah ini.

Pertama, pertemuan saat itu dianggap sebagai pertemuan awal untuk menggali masalah dan melihat peluang kerja sama yang bisa dilakukan.

Kedua, DPW PPNI NTT dipercaya sebagai inisiator untuk melakukan pertemuan selanjutnya dengan melibatkan semua organisasi profesi kesehatan yang ada di NTT, serta menghadirkan unsur eksekutif dan legislatif untuk membahas lebih jauh tentang RUU KOL. Waktu dan tempat pelaksanaan akan ditentukan kemudian. Biaya kegiatan akan ditanggung bersama-sama oleh organisasi profesi kesehatan yang terlibat.

Ketiga, masing-masing organisasi profesi kesehatan terus melakukan sosialisasi kepada anggota masing-masing tentang dampak yang bisa terjadi jika RUU KOL disahkan, dan bagaimana pentingnya mempertahankan UU yang mengatur profesi kesehatan masing-masing.

Saverinus Suhardin (Infokom DPW PPNI NTT)

 

 

Artikulli paraprakPerawat Julio Kecelakaan Hingga Lumpuh, Butuh Uluran Tangan Kita untuk Pulih
Artikulli tjetërUkom Retaker Ners di NTT Berjalan Sukses