Dit. Pembinaan dan Pengawasan Tenaga Kesehatan Ditjen Tenaga Kesehatan Kemenkes RI bersama Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menggelar sosialisasi perlindungan preventif tenaga kesehatan pada Kamis (13/10/2022) lalu, berlangsung di Ruang Rapat Dinas Kesehatan Kota Kupang, Provinsi NTT.

Kegiatan yang digelar secara daring dan luring itu terlaksana berkat kerja sama berbagai pihak, di antaranya Kemenkes RI, DinkesDukcapil Provinsi NTT, Dinkes Kota Kupang, DPP PPNI, DPW PPNI Provinsi NTT, DPD PPNI Kota Kupang dan berbagai organisasi profesi kesehatan lainnya.

Kepada Dinas Kesehatan Kota Kupang yang pada kesempatan itu diwakili oleh dr. M. Ihsan selaku Kabid SDK mengaku bersyukur bisa memfasilitasi kegiatan yang bermanfaat tersebut. Menurutnya, perlindungan preventif tenaga kesehatan itu dimaksudkan untuk memberi perlindungan bagi masyarakat yang menerima pelayanan, sekaligus perlindungan dan kepastian hukum bagi tenaga kesehatan yang memberi pelayanan kesehatan.

“Sesuai amanat undang-undang, tenaga kesehatan berhak memperolah perlindungan hukum, selama melakukan praktik sesuai standar,” kata dr. M Ihsan. “Kalau sudah mengikuti standar, maka ketika ada masalah hukum akan mendapatkan perlindungan dari organisasi profesi masing-masing.”

Kabid SDK Dinkes Kota Kupang itu juga mengingatkan, bahwa perlindungan preventif tenaga kesehatan tersebut tidak sekadar berkaitan dengan masalah hukum. Baginya, tenaga kesehatan juga penting memperhatikan keselamatan pribadinya saat memberi pertolongan kepada pasien/masyarakat.

“Jangan sampai kita kerja malah mencelakakan diri sendiri,” tegas dr. M. Ihsan.

Karena itu, dirinya menekankan tentang pentingnya bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di setiap fasilitas kesehatan. Sayangnya, menurut mantan penglola K3 RS SK Lerik Kota Kupang itu, tidak semua fasilitas kesehatan yang ada di Kota Kupang telah memiliki bidang atau mengimplementasikan kebijakan K3 yang dinilai sangat penting tersebut.

“K3 itu pasti dibutuhkan saat akreditasi, tapi hendaknya bukan sekadar memenuhi syarat saja. Kita butuh K3 untuk keselamatan kita saat bekerja,” pesan dr. M. Ihsan sebelum menutup sambutan pembukaannya.

Setelah seremonial pembukaan, kegiatan dilanjutkan dengan penyampaian materi dari 3 narasumber. Pertama, Lenny Agustaria Banjarnahor, SSt.,M.Fis yang mewakili pihak Dit. Pembinaan dan Pengawasan Tenaga Kesehatan Ditjen Tenaga Kesehatan Kemenkes RI. Kedua, Ahmad Efendi Kasim, S.Kep.,Ns.,SH.,MH.,CLA sebagai anggota Departemen Hukum dan Perundang-udangan DPP PPNI. Ketiga, dr. M. Ihsan yang mewakili Dinkes Kota Kupang.

Poster kegiatan

Gambaran Masalah Tenaga Kesehatan

Lenny Agustaria Banjarnahor, SSt.,M.Fis mengawali presentasinya dengan memperkenalkan diri sekaligus lembaga tempatnya berkerja: Dit. Pembinaan dan Pengawasan Tenaga Kesehatan Ditjen Tenaga Kesehatan Kemenkes RI.

“Tugas kami melakukan pembinaan dan pengawasan tenaga kesehatan, sesuai PMK No. 5 tahun 2022,” kata ahli fisioterapi yang akrab disapa Ibu Lenny tersebut.

Menurut Ibu Lenny, tugas pembinaan dan pengawasan tersebut bukan hanya urusan lembaganya saja, tapi melibatkan banyak pemangku kepentingan. Secara umum, pemerintah melibatkan konsil dan organisasi profesi masing-masing tenaga kesehatan dalam menjalankan tugas tersebut.

Ibu Lenny menjelaskan kalau lembaganya itu melayani semua jenis tenaga kesehatan. Hanya saja pada kesempatan itu, mereka memilih DPP PPNI sebagai contoh mitra kerja yang selama ini sudah aktif melakukan advokasi berbagai masalah anggota/perawat. Ibu Lenny memuji PPNI sebagai organisasi profesi perawat yang sudah memiliki lembaga khusus untuk perlindungan dan avokasi masalah hukum perawat, yaitu Badan Bantuan Hukum (BBH) PPNI.

“PPNI bisa jadi contoh buat organisai profesi kesehatan lain,” lanjut Ibu Lenny, “sehingga nantinya semua tenaga kesehatan akan terlindungi dengan baik.”

Selanjutnya Ibu Lenny menunjukkan hasil survei yang dilakukan lembaganya terkait masalah-masalah yang dihadapi tenaga kesehatan, khususnya yang berada di Provinsi NTT. Menurut Ibu Lenny, permasalah perawat maupun nakes lainnya di NTT kurang lebih sama dengan apa yang terjadi di wilayah lain atau masalah nasional.

Masalah yang masih dialami nakes tersebut, khususnya yang berstatus non-ASN, di antaranya masih ada yang belum mendapat jaminan kesehatan (BPJS); ada nakes yang tidak diberikan fasilitas Alat Pelindung Diri (APD) di tempat kerjanya; waktu istirahat kerja yang singkat atau tidak ditetapkan secara jelas; pembagian jam kerja shift yang tidak proporsional (khususnya dinas malam yang panjang tapi tidak dihitung sebagai lembur); masih ada yang belum memiliki STR dan SIP; dan gaji yang di bawah UMR.

“Mohon organisasi profesi seperti PPNI bisa memperhatikan proses pengurusan STR dan SIP,” pesan Ibu Lenny. “Sampai saat ini masih ada anggota yang mengeluh proses pengurusannya ribet dan lama.”

Selain itu, Ibu Lenny juga mengajak berbagai pihak terkait untuk sama-sama memperhatikan masalah tenaga kesehatan tersebut, sekaligus memikirkan dan memberikan solusi yang terbaik. Ibu Lenny  mengakui kalau saat ini ada begitu banyak peraturan dan undang-undangan yang memberi perlindungan bagi tenaga kesehatan. Dan semua upaya perlindungan dan pengawasan tersebut pada akhirnya bermuara pada satu tujuan, yaitu memberi pelayanan kesehatan masyarakat yang bermutu.

“Tapi, bagaimana pelaksanaannya?” Pertanyaan reflektif tersebut menjadi penutup sesi presentasi Ibu Lenny saat itu.

PPNI Siap Bela Hingga Pengadilan Langit

Ahmad Efendi Kasim, S.Kep.,Ns.,SH.,MH.,CLA merupakan perwakilan DPP PPNI, tepatnya sebagai anggota Departemen Hukum dan Perundang-undangan. Selain itu, Putra Flores Timur, NTT yang akrab disapa Pak Fendi itu juga merupakan salah satu pengelola Badan Bantuan Hukum (BBH) PPNI, sekaligus sebagai salah advokat yang aktif melakukan pembelaan masalah hukum perawat selama ini.

Menurut Pak Fendi, semenjak BBH PPNI dibentuk sejak 2018 lalu, perawat selalu menjadi orang atau tenaga kesehatan yang dilaporkan pertama setiap ada masalah di seputar pelayanan kesehatan. Setelah masalahnya didalami, barulah nanti ditemukan kalau itu sebenarnya disebabkan atau dilakukan tenaga kesehatan lain.

“Itu membuktikan perawat itu memang garda terdepan,” kata Pak Fendi, “makanya selalu menjadi orang pertama yang dilaporkan jika ada masalah.”

Lebih lanjut Pak Fendi bercerita pengalamannya bersama rekan-rekan di BBH PPNI saat memberikan bantuan hukum bagi perawat yang sedang ditimpa masalah. Katanya mereka sudah menangani masalah di berbagai daerah di Indonesia, dan sejauh ini telah berhasil menyelesaikan banyak masalah.

Pak Fendi menjelaskan, kalau ada perawat yang mendapat masalah saat memberikan pelayanan keperawatan, silakan lapor ke komisariat (DPK PPNI) yang menaungi tempat perawat tersebut bekerja. Selanjutnya pengurus DPK PPNI akan berkoordinasi dengan DPD PPNI setempat, lalu diteruskan ke DPW PPNI (tingkat provinsi). Pihak DPW PPNI akan berkoordinasi dengan DPP PPNI hingga mendapatkan pendampingan dari BBH PPNI.

“Perawat tidak usah khawatir. Selama masalah itu berkaiatan dengan pemberian asuhan keperawatan, Bapak Ketua Umum (Harif Fadhillah) telah bekomitmen untuk membela sampai ke pengadilan manapun secara gratis,” tambah Pak Fendi. “Bahkan sampai ke ‘pengadilan langit’ pun, BBH PPNI akan hadir untuk perawat.”

Tapi, kalau masalah hukum yang dialami perawat itu di luar urusan pelayanan keperawatan, maka BBH PPNI tidak bisa membantu secara penuh. Kalau sekadar konsultasi, lanjut Pak Fendi, masih bisa dilayani. Kalau perawat masalah terkait korupsi dan masalah amoral lainnya, PPNI akan lepas tangan.

Pak Fendi menambahkan, perlindungan hukum bagi perawat tersebut itu merupakan langkah terakhir. Sebagai bentuk pencegahan, perawat yang juga berprofesi sebagai advokat itu menganjurkan agar setiap perawat memiliki STR dan SIP sebelum memberikan pelayanan keperawatan. Selain itu, perawat juga wajib menerapkan standar, standar prosedur operasional, dan standar pelayanan profesi.

“Kalau perawat sudah menjalankan tugas sesuai standar, kemudian mendapat masalah hukum, BBH PPNI siap membela sampai ‘pengadilan langit’ sekalipun. Tapi kalau perawat mengabaikan standar sejak awal, maka sebaiknya pikir-pikir dulu,” tutup Pak Fendi.

Menjamin Keselamatan Nakes dengan K3

Seperti yang telah disinggung dalam kata sambutan pada acara pembukaan, dr. M. Ihsan membeberkan tentang pentingnya penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) untuk berbagai jenis tatanan praktik. Menurut Kabid SDK Dinkes Kota Kupang itu, setiap ruangan atau unit kerja memiliki kebutuhan K3 yang berbeda-beda.

Karena itu, untuk mengetahui masalah spesifik setiap unit, maka tenaga kesehatan perlu melakukan pengkajian awal menggunakan berbagai format pengukuran yang ada. Setelah itu dilakukan penilaian, apakah di tempat tersebut memiliki risiko yang mengancam keselamat tenaga kesehatan atau tidak? Selain itu, dr. M. Ihsan juga mengingatkan agar setiap penanggung jawab unit kerja bertanggung jawab menciptakan suasana kerja yang aman dan nyaman bagi tenaga kesehatan di sana.

Pada kesempatan itu, dr. M. Ihsan yang berpengalaman sebagai pengelola K3 di RS SK Lerik itu menunjukkan contoh pengisian format pengkajian K3, cara analisis, hingga tindak lanjut dan monev yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan, khususnya orang yang bertanggung jawab dengan implementasi K3.

Kegiatan yang dihadiri oleh perawat dari berbagai fasilitas kesehatan yang ada di Kota Kupang (RS dan puskesmas), serta tenaga kesehatan dari berbagai tempat lain yang ikut secara daring, berakhir menjelang pukul 13.00 WITA.

“Semoga apa yang kita pelajari hari ini bermanfaat dan bisa diterapkan di tempat kerja masing-masing,” demikian harapan dr. M. Ihsan saat menutup kegiatan secara resmi mewakili Kepala Dinkes Kota Kupang.

Penulis: Saverinus Suhardin (Infokom DPW PPNI NTT)

Artikulli paraprakDPD PPNI Alor Gelar Pelantikan dan Implementasi RTL TOT Terintegrasi
Artikulli tjetërPPNI NTT Berang UU Keperawatan Terancam Hilang