Oleh:  Natalia Rosa Correia Barros

(Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya)

New normal sebagai suatu kemajuan normal atau keterpurukan? Tentu pertanyaan ini sering timbul dalam pikiran masyarakat Indonesi, terlebih para pelaku pendidikan di berbagai tingkatan yang mebutuhkan jawaban pasti.

New normal didesain sebagai gaya hidup baru di tengah pandemic Covid-19 yang menuntut para pelaku pendidikan untuk mengawali suatu kenormalan baru dengan perubahan pada perilaku pendidikan yang dianggap tabu menjadi suatu normalitas baru.

Namun, apakah pola pendidikan dalam kondisi new normal dapat membuat para pelaku pendidikan lebih kreatif atau malah menjadi sebuah momok yang harus ditinggalkan? Keadaan ini patut direfleksikan dalam situasi sekarang.

Refleksi pendidikan di era new normal menjadi tantangan tersendiri bagi pelaku pendidikan di Indonesia, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga tingkat perguruan tinggi, agar tetap mampu menjadikan peserta didik berkualitas dalam kenormalam baru.

Kenormalan baru di era new normal bukan suatu kebebasan melainkan kenormalan dengan ragam tantangan yang harus dihadapi. Pendidikan di era new normal mengharuskan para peserta didik agar mampu belajar mandiri, secara online ataupun belajar secara mandiri di rumah.

Kebebasan belajar mandiri di era new normal sangat yang berdampak positif karena peserta didik lebih aktif mencari dan belajar mandiri. Tetapi, situasi kenormalan baru ini juga memiliki sisi negatif karena tidak efektifnya waktu belajar peserta didik serta peserta didik lebih sering bersantai.

Kebebasan pendidikan di era new normal dikatakan sebagai kebebasan berbatas yang harus diperhatikan oleh pelaku pendidikan. Pendidikan di era new normal didefinisikan sebagai sebuah wajah baru, yang membutuhkan sebuah cermin untuk merefleksi kembali pola pendidikan, pola belajar peserta didik, pola mengajar para pendidik selama sebelum diterapkan era new normal dan selama berlangsungnya era new normal.

Refleksi Pendidikan ini memumculkan wajah-wajah baru pendidikan di Indonesia, yang mengharuskan para pendidik untuk mampu bekerja keras, sehingga mampu menjadikan peserta didiknya kreatif dan mandiri.

Wajah baru pendidikan saat ini memunculkan banyak anggapan bahwa pola pendidikan Indonesia di masa new normal beragam, mulai dari peserta didik yang menjadi malas, tidak efektifnya waktu belajar, kemampuan para peserta didik yang menurun, dan para pendidik yang kerap dianggap malas.

Keadaan ini menjadikan pendidikan Indonesia dianggap miris, dan memiliki wajah baru yang harus direfleksikan. Di mana para peserta didik dituntut belajar online di tengah keterbatasan; para peserta didik dituntut untuk mampu mengakses ilmu pengetahuan sebanyak mungkin agar tercipta suatu karya. Keadaan ini dianggap membebani peserta didik tanpa ampun.

Anggapan-anggapan ini menjadikan pendidikan di Indonesia semakin terpojok. Anggapan-anggapan ini memunculkan pertanyaan kepada para pelaku pendidikan, apakah ini refleksi pendidikan Indonesia sebagai cerminan sebuah wajah baru? Ataukah ini cerminan kemalasan para pendidik?

Pertanyaan – pertanyaan tentang refleksi pendidikan Indonesia sebagai cerminan sebuah wajah baru, pertanyaan tentang cerminan kemalasan para pendidik, menjadikan para pelaku pendidikan untuk berkerja ekstra ”dua kali lipat“ agar anak didik yang adalah ujung tombak pembangunan bangsa menjadi lebih pintar dan kreatif.

Kerja keras para pendidik untuk menjadikan anak didiknya berkualitas tentu tidak berjalan mulus. Fakor ekonomi, penguasaan teknologi, jangkauan sinyal internet dan kepemilikan alat eletronik telah menajadi kendala umum bagi Pendidikan Indonesia di era new normal.

Keterbatasan inilah yang menjadikan pendidikan Indonesia di era new normal dianggap sebagai sebuah wajah baru karena adanya anggapan bahwa peserta didik diberikan beban di tengah keterbatasan. Peserta didik diberikan tugas tanpa henti yang menjadikan beban di pundak mereka menjadi lebih berat.

Peserta didik seharusnya sadar bahwa wajah baru pendidikan Indonesia bukan menjadikan mereka sebagai babu pendidikan, bukan menjadikan mereka sebagai tameng ataupun memberikan mereka beban di tengah keterbatasan. Tetapi seharusnya menjadikan mereka kreatif di tengah keterbatasan, dan membuat peserta mereka mampu mandiri di tengah keterbatasan.

Pendidikan Indonesia saat ini butuh kreativitas dari para pelaku Pendidikan baik itu para pendidik, peserta didik ataupun pendukung Pendidikan. Kreativitas inilah yang mampu mengangkat derajat pendidikan Indonesia menuju gerbang pencapaian pendidikan yang berkualitas di era new normal.

Kreativitas  yang dimaksud adalah peserta didik mampu mengikuti berbagai kompetisi akademik dan non akademik di tengah keterbatasan mereka. Jika ini yang terjadi, maka sudah pasti pendidikan Indonesia memiliki wajah baru yang patut diancungi jempol dan bukan dicemooh.

Namun pada kenyataanya, pendidikan di Indonesia sedang terpuruk oleh pandemi COVID-19 hingga era new normal. Pendidikan Indonesia ditengah era new normal sedang membutuhkan uluran tangan, sentuhan dari para pemerhati dan pelak pendidikan agar membangunkan para peserta didik yang masih terus tidur tanpa menciptakan kreativitas untuk dirinya ataupun kehidupan di sekitar.

Pendidikan memiliki satu tujuan, yaitu menghilangkan stigma masyarakat tentang anggapan- anggapan yang mengatakan bahwa anak–anak didik akan terus terlihat bodoh karena hanya terbebani dengan tugas yang menumpuk.

Uluran Tangan dan sentuhan para pemerhati dan pelaku pendidikan membutuhkan dukungan penuh dari orang tua, tokoh masyarakat, tokoh agama dan peserta didik sendiri. Karena mereka akan membangun dan membawa pendidikan Indonesia di era new normal menjadi lebih kreatif dan menciptakan wajah baru pendidikan Indonesia yang berkualitas melalui peserta didik yang kreatif.

Wajah baru pendidikan Indonesia yang berkualitas akan membawa bangsa Indonesia menuju suatu kesuksesan yang besar di tengah keterbatasan era new normal. Wajah baru pendidikan di Indonesia yang dipenuhi kreativitas di tengah keterbatasan akan menjadikan pendidikan Indonesia bersaing di mata dunia meskipun dalam keterbatasan.

Supaya pendidikan Indonesia bersaing di tengah keterbatasan, kita sebagai peserta didik—termasuk sebagai mahasiswa keperawatan—harus mampu berkarya, menciptakan kreativitas yang membawa wajah pendidikan Indonesia tersenyum karena kita adalah ujung tombak pendidikan Indonesia.

Oleh karena itu, kita sebagai ujung tombak pendidikan, harus bangun dari tidur kita, bersama memberantas stigma negatif tentang keterbatasan pendidikan Indonesia di tengah era new normal dengan menjadikan diri kita kreatif dalam belajar.

Kita sebagai mahasiswa keperawatan atau peserta didik pada umumnya diharapkan mampu menciptakan karya dan berprestasi dalam keterbatasan ekonomi, keterbatasan jaringan internet dan di tengah keterbatasan penguasaan perangkat eletronik.

Karena kreatif bukan hanya karena berasal dari orang kaya, penguasaan eletronik, jangkauan internet, dan sebagainya. Tapi bagaimana kita bangun dari tidur panjang kita dan menciptakan karya yang luar biasa.

 

 

Artikulli paraprakMenyalurkan Cinta dan Kasih selama Masa Pandemi
Artikulli tjetërImunisasi: Insvestasi Kesehatan untuk Generasi Penerus Bangsa dan Perawat Punya Peran Besar