Perawat sukarela menjadi salah satu poin yang dibahas dalam diskusi bersama pengurus organisasi profesi perawat sedaratan Flores yang berlangsung pada Senin (24/04/2023) malam pukul 19.00-20.30 WITA.

Lalu, apa solusi yang ditawarkan para narasumber untuk mengatasi masalah tersebut? Saya Saverinus Suhardin, moderator yang memandu jalannya diskusi tersebut, akan menggambarkan apa saja masalah perawat di Flores yang sempat dibahas pada acara live Instagram seri kedua tersebut.

Dewan Pengurus Wilayah Persatuan Perawat Nasional Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur (DPW PPNI NTT) menggelar berbagai kegiatan untuk menyambut International Nurses Day (IND), salah satunya melakukan serial diskusi secara daring di Instagram @nttppni.

Diskusi seri pertama yang berlangsung pada Sabtu (22/04/2023) menghadirkan seorang perawat yang menjadi kepala desa di wilayah perbatasan RI dan Timor Leste (liputan kegiatannya bisa klik di sini). Lalu diskusi seri kedua ini menghadirkan narasumber Ketua DPD (Dewan Pengurus Daerah) PPNI Kabupaten sedaratan Flores.

DPD PPNI di Pulau Flores ada 8, yaitu Manggarai Barat, Manggarai, Manggarai Timur, Nganda, Negakeo, Ende, Sikka, dan Flores Timur. Panitia sudah berusaha menghubungi semua narasumber, namun yang sempat bergabung pada diskusi seri kedua tersebut hanya Ketua DPD PPNI Kabupaten Ngada dan Manggarai Timur.

Siprianus Depa, Ketua DPD PPNI Kabupaten Ngada, dalam paparan awalnya menyampaikan sebagian besar perawat yang ada di daerahnya masih berstatus sebagai perawat sukarela. Menurutnya, terjadi kesenjangan yang besar antara perawat ASN dengan perawat yang berstatus tenaga sukarela.

“Mereka mau kerja tapi tidak dibayar,” keluh Siprianus Depa.

Ia mengaku  DPD PPNI Kabupaten Ngada telah melakukan berbagai advokasi, namun belum bisa mengakomodir seluruhnya. Karena itu, supaya tren perawat sukarela ini tidak terus bertambah, maka dirinya mengajukan dua tawaran solusi.

Pertama, institusi pendidikan yang mencetak tenaga perawat harus menyiapkan lulusan yang siap kerja. Selain menguasai keterampilan sebagai perawat, mereka juga perlu dibekali dengan keterampilan lain selama kuliah. Sehingga ketika belum ada lowongan kerja yang membutuhkan ijazah perawat, maka mereka bisa memaksimalkan keterampilan lain untuk kebutuhan hidup. Menurut Siprianus Depa, perawat harusnya memiliki posisi tawar yang tinggi, jangan mudah menyerah jadi tenaga sukarela.

Kedua, perawat harus berani berwirausaha apa saja, termasuk membuka praktik mandiri. Menurut Siprianus Depa yang telah berpengalaman menjalankan usaha praktik mandiri selama kurang lebih 15 tahun, peluang membuka praktik mandiri saat ini terbuka lebar, tapi belum banyak perawat yang memulainya. Menurut catatannya, di Ngada baru ada 5 perawat yang berani membuka praktik mandiri.

Siprianus Depa meyakini, perawat memiliki modal dasar untuk membuka usaha, yaitu ilmu melayani yang diperoleh dari etika keperawatan. Menurutnya, kalau perawat bisa menerapkan prinsip etika keperawatan dalam memberi pelayanan kepada masyarakat, ia yakin usaha perawat tersebut akan diminati banyak pelanggan.

“Penampilan perawat kita ini luar biasa, benar-benar memikat. Kenapa tidak gunakan potensi itu di dunia usaha? Daripada kita dibayar sangat murah, bahkan kerja sukarela,” kata Siprianus Depa.

Siprianus Depa dan Sofia Mistika Riwu saat mengikuti live Instagram seri kedua pada Senin (24/04/2023)

Ketua DPD PPNI Kabupaten Manggarai Timur, Sofia Mistika Riwu, juga menyebutkan perawat sukarela sebagai salah satu keluhan perawat di daerahnya. Selain itu, perawat di Manggarai Timur juga kurang mendapatkan pelatihan yang bisa meningkatkan kompetensi, sehingga perawat cenderung mencari sendiri dan belum maksimal.

Senada dengan Siprianus Depa, Sofia Mistika Riwu juga menilai perlu adanya perbaikan di institusi pendidikan, sehingga bisa menghasilkan perawat yang kompeten dan percaya diri saat bekerja. Ia mengaku masih sering menemukan perawat yang kurang terampil, sehingga perlu diberi pelatihan ulang yang harusnya sudah dikuasi saat mengenyam pendidikan.

Sofia Mistika Riwu juga sepakat dengan ide perawat membuka lapangan kerja sendiri dengan menjalankan usaha praktik mandiri. Menurutnya, undang-undang yang mengatur terkait praktik mandiri itu sudah ada, tapi belum mencakup hal-hal teknis. Karena itu, ia berharap PPNI—khususnya DPP (Dewan Pengurus Pusat)—bisa melakukan advokasi agar regulasi mengenai praktik mandiri itu perlu dirincikan melalui PMK (Peraturan Menteri Kesehatan).

Kedua narasumber yang mewakili perawat sedaratan Flores itu juga mengupas isu-isu lain seperti peluang perawat menduduki jabatan struktural maupun di kursi legislatif, perubahan yang perlu dilakukan perawat secara individu maupun lewat organisasi profesi PPNI, dan prediksi profesi perawat masa depan sesuai tema IND tahun 2023: Our Nurses. Our Future. Rekaman video diskusi tersebut masih bisa ditonton ulang di akun Instagram DPW PPNI NTT yang bernama: @nttppni.

Peluang Kerja Perawat

Ketua DPW PPNI NTT yang pada kesempatan diskusi tersebut diwakili Sekretaris I, Kori Limbong, S.Kep.,Ns, M.Kep mengapresiasi panitia yang telah merancang kegiatan IND. Menurutnya, acara bincang santai lewat Instagram ini terbilang baru bagi DPW PPNI NTT, tapi sangat bagus karena dilaksanakan secara berseri dengan menghadirkan narasumber yang berbeda.

“Semoga makin keren acaranya,” kata Kori Limbong saat membuka sacara diskusi.

Setelah diskusi berlangsung, Kori Limbong menilai proses diskusinya luar biasa. Ia mengaku mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir, dan menurutnya topik yang dibahas sangat menarik dan memberi inspirasi bagi perawat.

Kori Limbong juga mengakui adanya masalah peluang kerja bagi perawat saat ini. Menurutnya hal itu terjadi karena adanya surplus perawat, sehingga ada kesenjangan seperti perawat sukarela.

Meski demikian, ia meyakini peluang kerja perawat saat ini masih terbuka lebar. Ia mencontohkan beberapa alumni yang bisa bekerja di perusahaan luar negeri, asalkan perawat memiliki sertifikat K3 dan BTCLS. Menurutnya peluang kerja di luar negeri juga sangat terbuka, termasuk membuka praktik mandiri.

“Semua tergantung mindset kita saja, intinya kita harus tunjukkan mampu bersaing,” lanjut Kori Limbong.

Sebelum menutup sesi diskusi secara resmi, pada kesempatan itu Kori Limbong juga mengajak perawat untuk mengikuti berbagai kegiatan IND tingkat DPW PPNI NTT. Menurutnya masih banyak rangkaian diskusi lain hingga kegiatan puncak IND pada 12 Mei 2023 mendatang.

Penulis: Saverinus Suhardin (Infokom DPW PPNI NTT)

Artikulli paraprakMelihat Perawat Bekerja Sebagai Kepala Desa
Artikulli tjetërDPK PPNI RS ST Carolus Borromeus Lakukan Pengmas di Panti Asuhan PRR Sikumana