Pada saat implementasi Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS), kami dari UPT Puskesmas Kenarilang melaksanakan imunisasi bagi anak sekolah di SD Cokroaminoto 02 Kalabahi pada hari Senin (28/11/2022) sejak pukul 07:30 WITA hingga selesai. Setiba di sekolah, kami sebagai petugas kesehatan segera disambut oleh kepala sekolah serta guru UKS dan langsung diarahkan untuk memulai kegiatan imunisasi di ruang kelas.
Setelah memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud dan tujuan kepada anak-anak, kami sebagai petugas kesehatan menyiapkan peralatan dan perlengkapan imunisasi seperti APD (alat pelindung diri), box vaksin, disposible 0,5 ml, safety box, dan kapas alcohol. Kami meminta daftar hadir kelas guna memastikan nama dan memberikan tanda terhadap nama anak-anak yang sudah mendapatkan imunisasi.
Kami juga menjelaskan tentang efek samping atau reaksi yang timbul sehabis disuntik seperti bengkak pada area penyuntikan atau sering disebut Kejadian Ikutan pasca Imunisasi (KIPI). Tanda itu sangat umum terjadi bagi individu yang telah melakukan vaksinasi.
Saat dipanggil untuk maju, berbagai macam reaksi diperlihatkan oleh anak-anak. Ada yang terlihat sangat antusias, ada yang takut jarum suntik hingga menangis, ada juga yang berani seperti superhero.
Selang beberapa waktu saat anak-anak mulai disuntik, muncul orang tua anak yang datang dan marah-marah ke guru dan petugas kesehatan. “Saya tidak ingin anak saya divaksin. Hampir setiap bulan divaksin, ada-ada saja! Kita zaman dulu tidak divaksin baik-baik saja sampe sekarang,” ujar orang tua tersebut dengan nada marah.
Pasca kejadian itu, Tirsa yang merupakan salah satu petugas kesehatan berinisiatif untuk menenangkan bapak tersebut. Kemudian ia bertanya tentang alasannya marah kepada petugas kesehatan dan guru.
Bapak tersebut menuturkan bahwa anaknya baru mendapatkan vaksin COVID-19, setelah itu mendapatkan vaksin campak, dan sekarang vaksin apalagi? “Saya sebagai orang tua tidak mendapatkan informasi dari sekolah bahwa anak saya akan diimunisasi hari ini,” tambah orang tua murid yang bernama Bapak Andri itu.
Ketika mengetahui pokok masalahnya, Tirza segera menyampaikan kepada pihak sekolah untuk sama-sama menjelaskan kepada Bapak Andri, karena tidak mengetahui informasi yang disampaikan oleh sekolah dan berimbas pada sikap marah kepada petugas kesehatan dan guru.
Pihak sekolah mengatakan bahwa informasi sudah disampaikan kepada orang tua siswa lewat pesan yang disebarkan di WhatsApp Group. Pak Andri protes dan mengatakan, “Tidak ada pesan yang masuk.” Setelah dicek lebih lanjut, ternyata Pak Andri belum bergabung dalam WhatsApp Group.
Tirsa dengan sigap menjelaskan bahwa dua hari sebelum kegiatan dilaksanakan, pihak puskesmas telah mengirimkan surat pemberitahuan kepada pihak sekolah untuk ditindaklanjuti kepada orang tua siswa. Isi dari surat tersebut menyebutkan bahwa sasaran pelaksanaan BIAS adalah siswa kelas 1, 2, dan 5.
Vaksin yang digunakan ada dua jenis, yaitu DT dan TD. Imunisasi DT (Diphteria Tetanus) adalah imunisasi yang diberikan untuk mencegah beberapa penyakit infeksi seperti difteri, tetanus, dan batuk rejan (pertusis). Sedangkan imunisasi TD (Tetanus Difhteria) merupakan imunisasi lanjutan dari imunisasi DT agar anak semakin kebal dengan ketiga penyakit infeksi tersebut di atas.
Setelah mendengar penjelasan dan kronologi yang sebenarnya, Bapak Andri mengizinkan anaknya untuk diimunisasi oleh petugas kesehatan. Kegiatan BIAS pun dapat berjalan dengan lancar.
Sehabis kegiatan, petugas segera kembali ke ruang tamu guna menyelesaikan laporan dan memberikan masukan kepada pihak sekolah agar dapat menindaklanjuti semua pemberitahuan bidang kesehatan kepada orang tua siswa, sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Koordinasi antarbidang, baik kesehatan maupun pendidikan sangat penting guna menyehatkan generasi bangsa di tingkat sekolah. Terutama sekolah dasar agar sehat dan memiliki minat belajar yang baik untuk indonesai yang lebih baik di masa yang akan datang. Generasi sehat Indonesia maju.
Penulis: Andri Dadi Ronald Djasing Amarang (Infokom DPD PPNI Kab Alor)