Oleh:

Saverinus Suhardin

(Perawat, Pengajar di Akper Maranatha Groups)

Sebuah pesan lewat akun facebook yang masuk pada tanggal 19 Juni 2020 lalu, membuat saya agak kaget pada awalnya. Bagaimana tidak, seseorang yang belum saya kenali sebelumnya, tiba-tiba menyampaikan permohonan konsultasi tentang upaya berhenti merokok.

Setelah saya cek asal-usulnya, ternyata orang tersebut merupakan anggota Grup FB yang bernama: Konseling Upaya Berhenti Merokok (UBM). Saya kemudian berusaha mengingat kembali, bagaimana ceritanya saya bisa masuk ke sana, hingga kemudian menjadi salah seorang konselor.

Grup Konseling UBM itu diprakarsasi oleh Ns. Muhamad Zainudin, S.Kep, seorang rekan perawat yang bertugas di Puskesmas Oepoi, Kupang-NTT. Perkenalan saya dengan beliau terjadi saat sama-sama menempuh Pendidikan Ners di Fakultas Keperawatan Unair, Surabaya.

Tapi, bukan sekadar pertemanan itu yang membuat saya diminta masuk dan jadi konselor di grup FB tersebut, melainkan karena rekam jejak saya sebagai salah seorang yang berhasil keluar dari cengkraman candu rokok.

Saya juga aktif menuliskan pengalaman berhenti merokok atau informasi kesehatan berkaitan dengan merokok di beberapa media. Bila Anda ingin membacanya, silakan klik pada judul-judul berikut: Berhenti Merokok dengan Kekuatan Pikiran; Boros Ingin Berhenti Merokok; dan Hubungan Merokok dan Covid-19.

Karena keseringan menulis tentang hal-hal seperti, maka rekan Ners M. Zainudin tadi meminta kesediaan menjadi konselor dalam grup yang telah dibuatnya. Saya iyakan saja saat itu, kemudian menjalani hari-hari sebagaimana biasanya.

Berapa tahun kemudian, tepatnya bulan Juni 2020 kemarin, barulah status konselor saya dalam grup tersebut memiliki manfaat yang nyata. Akhirnya saya ditanyai oleh orang yang punya niat berhenti merokok, tapi dihadang oleh berbagai kendala.

Saya senang sekali, akhirnya ada juga yang mempercayai saya sebagai tempat berkonsultasi. Saking senangnya, saya ingin berbagi proses konseling yang kami lakukan lewat pesan FB itu di sini. Tapi, demi kerahasiaan identitas klien, namanya kita sebut saja: Boros (bukan nama yang sebenarnya).

Boros: Halo Saverinus, saya tertarik untuk dibimbing. Apakah Anda tersedia untuk menjadi mentor? Saya sudah berhenti merokok hampir 5 bulan namun lingkungan pergaulan saya selalu mengajak saya untuk kembali merokok. Bagaimana cara mengatasinya? Mohon bimbingannya, terima kasih.

Saverinus: Baik, terima kasih atas kepercayaannya. Saya putuskan berhenti merokok sejak 10 tahun lalu. Berdasarkan pengalaman pribadi, saya menganjurkan Bapak untuk berani menolak tawaran merokok dari teman-teman.

Memang terasa agak berat dan ada rasa “kurang enak” dengan kawan. Tapi, kita mesti ingat kebali pada tujuan awal kita. Kenapa mau berhenti? Ingat kembali landasan dasar keputusan itu, kemudian yakini diri sendiri, bahwa kita mampu bertahan.

“Saya bisa berhenti merokok, saya bisa…,” sampaikan kalimat positif dalam benak secara berulang. Ketika berdoa atau menjelang tidur, bayangkan dalam pikiran, bahwa kita semakin baik dari ke hari tanpa merokok. Makin hari makin sehat.

Pengalaman saya, kombinasi antara pengucapakan kalimat positif dalam pikiran maupun membayangkan kita makin sehat dan menolak tawaran merokok, lumayan efektif untuk mencegah tergoda kembali merokok. Bila Bapak pernah membaca teori kekuatan pikiran, itulah gambaran singkatnya utk memperoleh perilaku baru yg lebih baik. Perilaku kita dipengaruhi oleh apa yg kita pikir. Ubah mindset, maka perilaku ikut berubah. Kira-kira begitu, Pak.

Boros: Saya pernah membaca teori the power of mind… dimana kekuatan pikiran menjadi landasan utama mengubah habitus/kebiasaan seseorang dengan didasarkan alter diri yang mendoronhnya dan saya setuju dengan yang dikatakan oleh Bapak. Namun ada beberapa kondisi, ketika saya berkumpul bersama teman-teman saya selalu menjadi perokok pasif dan bukankah perokok pasif tersebut lebih berbahaya 2x lipat daripada perokok aktif. Apakah saya harus menghindari pergaulan seperti itu atau ada saran efektif untuk saya?

Saverinus: Iya, memang betul, risiko perokok pasif malah lebih besar. Menurut saya, Bapak harus berani terbuka, misalnya dengan mengajak mereka duduk di ruang terbuka. Saya juga dulu mengalami kerengganan dengan teman-teman. Awalnya kita memang rasa aneh, tapi lama-lama terbiasa juga. Setelah berhenti merokok, saya memang jarang bergadang seperti ketika masih merokok. Saya jadinya lebih cepat tidur, dan bagun lebih awal saat subuh. Lama kelamaan, teman-teman saya mengerti juga. Dan memang pada akhirnya saya lebih banyak teman dekat yangg tidak merokok. Tapi tidak berarti benci dengan perokok. Mereka akhirnya lebih mengerti. Kalau merokok, minta izin duduk agak jauh atau duduk diteras ruang terbuka kalau sedang ngobrol. Intinya kita harus teguh pada pendirian, Pak. Jangan terlalu terbebani karena merasa tdk enak dengan teman.

Setelah jawaban yang terakhir itu, dia yang kita sebut saja namanya Boros itu, tidak lagi membalasnya. Semoga saja dia puas dan benar-benar berhasil berhenti dari kebiasaan merokok.

Orang yang punya niat untuk berhenti merokok, kadang menemui banyak kendala yang membuat mereka akan kembali merokok pada akhirnya. Barangkali dengan pertimbangan itu, lembaga kesehatan terus berupaya menyiapkan layanan konseling agar mereka makin percaya diri, bahwa mereka mampu berhenti total tanpa masalah.

Curhat dengan Mbak Florence

Ternyata masalah konseling merokok ini juga menjadi perhatian di seluruh dunia. Tidak heran bila saat ini, organisasi kesehatan dunia (WHO), meluncurkan program digital terbaru yang berfungsi untuk melayani siapa saja dari seluruh dunia yang ingin berkonsultasi tentang merokok.

Program tersebut merupakan wujud nyata bagaimana penerapan Revolusi Industri 4.0 dalam bidang kesehatan. Layanan konseling dari WHO itu menggunakan kecerdasan buatan (artificial intellingence), sehingga terciptalah seorang petugas kesehatan virtual yang bernama: Florence; dia bisa melakukan percakapan interaktif dengan Anda lewat panggilan video.

Cara kerjanya terbilang sangat mudah. Bila Anda ingin berhenti merokok dan berkonsultasi atau curhat dulu dengan Mbak Florence itu, silakan masuk dengan mengetik tautan atau link berikut ini: https://who-en.digitalhero.cloud/. Selanjutnya baca dan ikuti petunjuk yang tertera di sana.

Anda juga bisa membaca terlebih dahulu informasi seputar pekerja kesehatan virtual pertama WHO itu di website mereka. Atau supaya lebih mudah lagi, kita bisa melihat simulasi tentang cara kerja Florence dalam menolong orang yang ingin berhenti merokok lewat VIDEO INI.

Setelah membaca dan menonton informasi itu, Anda mungkin mengeluh, “Bagaimana dengan kami yang kurang fasih berbahasa Inggris ini? Sebab mesin berjiwa Florence ini hanya mengerti dengan bahasa Inggris.”

Nah, justru itu poin tambahannya. Selain kita mendapat informasi seputar bahaya merokok; informasi cara berhenti merokok dan lain-lain, pada saat yang sama, kita juga sedang belajar berbahasa Inggris. Inilah yang dinamakan, “Sambil menyelam, (tidak hanya minum air saja) makan ikan.” Selamat mencoba.

Artikulli paraprakDokter Reisa: 140 Perawat Dipermalukan karena Rawat Pasien Covid-19
Artikulli tjetërTim Advokat BBH PPNI Berhasil Kawal Kepentingan Hukum Perawat Sumut