Dewan Pengurus Wilayah Persatuan Perawat Nasional Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur (DPW PPNI NTT) merayakan International Nurses Day (IND), salah satunya dengan menggelar webinar yang membahas korelasi antara pendidikan dan kesejahteraan perawat, berlangsung melalui Zoom pada Minggu (14/05/2023) pukul 10.00 WITA.

Webinar keperawatan ini menghadirkan pembicara berpengalaman, di antaranya Ns. Aemilianus Mau, M.Kep (Ketua DPW PPNI NTT) yang menyampaikan topik “Peran OP dan Pendidikan untuk Kesejahteraan Perawat”; Ns. Oktaria Batubara, Ph.D (Dosen Prodi Ners UCB) yang menyampaikan topik “Pendidikan Doktoral Keperawatan”; Servatius Bria, Amd. Kep (Camat Rinhat, Malaka) yang menyampaikan topik “Perawat dan Jabatan Struktural”; dan Ns. Simon S. Kleden, M.Kep (Dosen Keperawatan Poltekkes Kupang) yang menyampaikan topik “Sharing Hasil Riset Bersama PPNI dan IDI”. Proses diskusi dipandu oleh Petrus Kanisius Siga Tage, S.Kep.,Ns, M.Kep selaku moderator.

Katua Panitia IND tingkat DPW PPNI NTT, Simon Sani Kleden, S.Kep.,Ns, M.Kep, dalam laporannya menjelaskan bahwa perayaan IND tahun 2023 mengusung tema: Our Nurses. Our Future. Menurutnya, tema tersebut menunjukkan bawah perawat itu sangat penting bagi kehidupan manusia; menjadi salah satu profesi yang penting untuk masa depan.

Tapi di balik pengakuan tersebut, lanjut Simon Sani Kleden, perawat juga menghadapi berbagai tantangan, salah satunya kurang dihargai oleh pemerintah maupun masyarakat. Oleh karena itu, menurutnya perawat harus terus meningkatkan eksistensinya di masyarakat, sehingga makin dikenal dan disadari manfaatnya bagi banyak pihak.

“Kita terus berupaya meningkatkan eksistensi kita di masyarakat, agar perawat tetap dibutuhkan,” tegas Simon Sani Kleden.

Sebagai bagian dari upaya meningkatkan eksistensi perawat tersebut, tambah Simon Sani Kleden, panitia IND tingkat DPW PPNI NTT menyelenggarakan beberapa kegiatan, seperti diskusi berseri (8 seri) melalui live Instagram @nttppniyang membahas seputar masalah dan peluang perawat NTT; webinar RUU Kesehatan Omnibus Law: dan webinar yang saat itu sedang berlangsung.

Ketua DPW PPNI NTT, Aemilianus Mau, S.Kep.,Ns, M.Kep saat memberikan kata sambutan pada seremonial pembukaan

Ketua DPW PPNI NTT, Aemilianus Mau, S.Kep.,Ns, M.Kep, mengungkapkan rasa syukur dan terima kasihnya kepada panitia yang telah menyiapkan kegiatan dengan baik dan peserta yang ikut terlibat. Menurutnya, perawat sebagai anggota PPNI harusnya selalu terlibat aktif dalam setiap kegiatan, sehingga bisa tahu apa saja perkembangan organisasi profesi sendiri.

“Apresiasi untuk perawat yang sudah hadir, saya apresiasi, ini bentuk keperdulian untuk meningkatkan kemajuan profesi,” puji Aemilianus Mau.

Ketua DPW PPNI NTT dua periode itu juga mengingatkan semua anggota agar selalu mengembangkan sikap bangga sebagai perawat. “Kita adalah perawat, dan perawat adalah masa depan bangsa,” imbuh Aemilianus Mau.

Karena itu, ia mengajak seluruh perawat untuk terlibat dalam pembanguna kesehatan, khususnya di wilayah NTT yang menjadi salah satu sumber berbagai masalah kesehatan yang ada di Indonesia. Menurutnya perawat harus bisa mengambil bagian sebagai pemberi solusi dari berbagai masalah kesehatan tersebut.

“Syukuri kepercayaan yang diperoleh saat ini dan kerja sungguh-sunggguh agar diberi kepercayaan lebih besar lagi,” pesan Aemilianus Mau, lalu membuka webinar tersebut secara resmi.

Masalah Perawat NTT

Narasumber pertama, Aemilianus Mau, mengawali topiknya dengan menjelaskan tentang konsep kesejahteraan dan profesionalisme sebuah profesi. Berdasarkan konsep tersebut, Ketua DPW PPNI NTT itu menilai belum semua perawat di NTT sejahtera dan penilaian tersebut didukung hasil survei yang dilakukan DPW PPNI NTT saat HUT PPNI ke-49 pada Maret 2023 lalu.

Hasil survei tersebut dibagi menjadi 3 kategori, yaitu perawat ASN, perawat yang bekerja di fasilitas kesehatan swasta, dan perawat yang belum bekerja. Perawat ASN relatif sejahtera, namun perawat kategori ini merasa kurang adil karena perolehan jasa atau tunjangan profesi tidak sama dengan profesi kesehatan lain, meskipun berada pada level pendidikan yang sama. Selain itu, peluang perawat menduduki jabatan struktural juga masih minimal.

Perawat yang bekerja di fasilitas kesehatan swasta, termasuk berbagai jenis tenaga kontrak yang bekerja di fasilitas kesehatan pemerintah, memiliki beragam persoalan terkait kesejahteraan. Kalau perawat yang bekerja di RS swasta masih terbilang baik, karena gajinya masih sesuai dengan UMR/UMP. Sedangkan tenaga kontrak, bahkan masih banyak juga yang berstatus magang, hanya mendapatkan upah minimal—bahkan tanpa menerima gaji sama sekali.

Secara umum, perawat pada kategori ini juga mengeluhkan tentang perlindungan kesehatan, jaminan hari tua yang tidak pasti, dan rendahnya kesempatan untuk mendapatkan pelatihan atau melanjutkan pendidikan formal. Mereka juga kurang puas dengan posisi kerja saat ini, karena itu mereka juga mau meninggalkan pekerjaan tersebut jika ada peluang lain yang lebih baik.

Perawat yang belum bekerja, sudah jelas bermasalah dengan kesejahteraan. Kelompok ini memiliki masa tunggu kerja yang bervariasi, mulai dari satu hingga 5 tahun. Tapi, saat diberi peluang bekerja di luar negeri, kelompok ini terlihat kurang tertarik. Mereka lebih memilih bertahan di daerah sendiri sambal menunggu peluang bekerja sebagai perawat atau bekerja pada sektor yang lain.

Berdasarkan berbagai fakta persoalan tersebut, Aemilianus Mau memberikan gagasan agar perawat selalu meningkatkan profesinalismenya melalui pendidikan formal maupun nonformal lewat Pendidikan Keperawatan Berkelanjutan (PKB). Selain itu, ia juga mengingatkan pentingnya perawat menerapkan ilmu yang telah dipelajari di tempat kerja atau dalam memberikan pelayanan langsung kepada pasien.

Aemilianus Mau juga mengingatkan perawat tentang pentingnya berpenampilan yang baik dan menyakinkan saat memberi pelayanan pada pasien. Hal yang tidak kalah penting, lanjutnya, perawat harus bisa menunjukkan sikap caring—karena ini merupakan ciri khas perawat yang membedakannya dengan profesi kesehatan lain.

Narasumber sedang berdiskusi dengan peserta webinar keperawatan

Pilih Pendidikan yang Tepat dan Selesaikan dengan Cepat

Ns. Oktaria Batubara, Ph.D, narasumber kedua yang merupakan doktor keperawatan pertama di NTT, membahas salah satu poin peningkatkan professional perawat melalui pendidikan formal dengan membagikan pengalamannya menempuh studi di Kaohsiung Medical University, Taiwan.

Dosen Prodi Ners UCB itu meyakini, salah satu jalan untuk meningkatkan kesejahteraan adalah melalui pendidikan formal. Menurutnya, setiap dosen saat ini diharapkan lulusan S3 dan peluang penelitian yang mendapat pendanaan saat ini semaki terbuka luas jika ketua peneliti merupakan seorang doktor.

Oktaria Batubara bercerita telah menyiapkan atau merencanakan studi S3 sebelum 2019. Ia telah mencoba berbagai tawaran beasiswa, namun akhirnya berhasil diterima di Taiwan. Beasiswa merupakan elemen penting baginya, sebab biaya studi S3—apalagi di luar negeri—tidak ada yang murah. Karena itu, ia menyarankan agar perawat yang berniat studi doctoral untuk rajin-rajin mencari informasi beasiswa dan mempersiapkan diri agar bisa memenuhi kriteria.

Selain beasiswa, Oktaria Batubara juga menekankan pentingnya mencari kampus tujuan, khususnya menemukan calon pembimbing atau promotor yang tepat. Ia menyarankan untuk sering-sering membaca publikasi pada pembimbing, dan jika cocok dengan rencana penelitian kita, maka silakan ajukan permohonan menjadi promotor lewat e-mail yang tertera di website universitas.

Saat diterima sebagai mahasiswa S3, ada beberapa anjuran Oktaria Batubara agar seorang kandidat doktor bisa menyelesaikan studinya tepat waktu. Saran itu di antaranya harus belajar dan fokus, ikuti saran pembimbing, miliki teman yang saling mendukung, minta dukungan keluarga, dan sebisa mungkin untuk selalu menjaga kesehatan.

Publikasi ilmiah merupakan salah satu tantangan studi S3. Oktaria Batubara menyarankan untuk banyak membaca artikel ilmiah dan menulis tinjauan pustaka atau systematic review. Selain itu, kandidat doktor juga harus persisten, sebab kadang sering mendapat penolakan ketika tulisan itu dikirim ke jurnal ilmiah.

Diskusi webinar sesi pertama ini sangat menarik, sebab peserta antusias bertanya atau memberi usul terkait jenjang pendidikan perawat, kualitas lulusan, kesesuaian kebutuhan di lapangan dengan kurikulum atau aturan, dan isu tekait lainnya.

Salah satu poin yang diangkat Bonevasius Bhute yang merupakan perawat senior di RSUD Pro.Dr.W.Z. Johannes Kupang sekaligus pengurus DPW PPNI NTT, adalah kesesuaian jenis pendidikan yang perlu ditempuh seorang perawat. Menurutnya, perawat yang barada pada jenjang profesi, setelah menempuh pendidikan ners sebaiknya melanjutkan pendidikan ners spesialis agar linear.

Bonevasius Bhute mencontohkan, seorang perawat yang awalnya bergelar ners, lalui menempuh studi S2 di bidang lain atau masih di keperawatan tapi tanpa pendidikan spesialis, maka perawat tersebut tetap diakui sebagai ners generalis. Karena itu, ia menyarankan agar perawat perlu mempertimbangkan hal itu ketika memutuskan untuk melanjutkan pendidikan.

Selain itu, Wakil Ketua Bidang Hukum dan Perundang-udangan DPW PPNI NTT itu juga mengkritisi pengelola pendidikan yang belum bisa membedakan kompetensi pendidikan vokasi, ners, dan ners spesialis. Menurutnya selama ini terkesan kabur, sehingga isntitusi pendidikan Bersama organisasi profesi perlu menata lebih baik lagi.

Peluang Perawat Menduduki Jabatan Struktural

Servatius Bria, Amd. Kep, seorang perawat yang saat ini dipercayakan sebagai Camat Rinhat—sebuah daerah di Kabupaten Malaka, NTT—membagikan pengalamannya pada webinar sesi kedua atau pembicara yang ketiga. Menurutnya, ia dipercayakan sebagai camat sudah tentu melalui pertimbangan yang rasional dan tidak melanggar peraturan yang berlaku.

Servatius Bria menjelaskan bahwa kepercayaan tersebut merupakan hasil dari kinerja baik yang ia tunjukkan ketika masih bertugas di dinas kesehatan. Ia mengaku sudah melakukan berbagai inovasi yang dianggap positif oleh atasan, sehingga diberi kesempatan menduduki jabatan sebagai camat saat ini.

Sebagai camat yang berpendidikan perawat, ia mengaku banyak menggunakan pendekatan ilmu keperawatan dalam menemukan dan menyelesaikan masalah. Ia membuktikan perawat juga bisa melakukan pekerjaan atau tugas lain, termasuk menduduki jabatan structural. Karena itu, ia menyarankan agar perawat terus mengembangkan diri sehingga bisa dipercayakan pada tugas-tugas lain—selain memberikan asuhan keperawatan.

Narasumber keempat, Ns. Simon S. Kleden, M.Kep, membagikan hasil penelitian ketika dirinya mejabat sebagai Wakil Ketua Bidang Penelitian, Sistem Informasi dan Komunikasi DPW PPNI NTT periode sebelumnya yang berjudul: Resiliensi, Depresi, dan Pengaruhnya terhadap Retensi Perawat.

Simon S. Kleden menjelaskan bahwa riset itu merupakan kolaborasi antara Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan PPNI NTT dan dilakukan ketika pandemic COVID-19 sedang menunjukkan tren peningkatan. Karena itu, secara umum hasilnya menunjukkan perawat merasa cemas dan ada keinginan untuk meninggalkan pekerjaan.

Secara umum, kondisi depresi yang dialami perawat dan kemampuannya untuk resiliensi berpengaruh pada retensi perawat. Ia berharap, hasil penelitian tersebut bisa dijadi landasan bagi pemerintah maupun organisasi profesi untuk memberi intervensi yang tepat sehingga perawat bisa bekerja dengan aman dan nyaman.

Webinar keperawatan itu berlangsung hingga menjelang pukul 14.00 WITA. Peserta yang ikut berasal dari berbagai wilayah NTT, bahkan beberapa berasal dari wilayah lain di Indonesia. Saat seremonial penutupan, Aemilianus Mau selaku Ketua DPW PPNI NTT memberikan apresiasi dan ucapan terima kasih kepada seluruh panitia dan peserta yang menyukeskan kegiatan dalam rangka IND tingkat DWP PPNI NTT.

Penulis: Saverinus Suhardin (Infokom DPW PPNI NTT)

Artikulli paraprakDPD PPNI Kabupaten Lembata Beri Donasi Kepada Anggota yang Kebakaran Rumah
Artikulli tjetërDPK PPNI RSUD Prof. DR. W. Z. Johannes Kupang Rayakan IND dengan Donor Darah