Bertepatan dengan perayaan Hari Perawat Sedunia atau yang lazim disebut IND: International Nurses Day pada Kamis, 12 Mei 2022 yang lalu, perwakilan Dewan Pengurus Wilayah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPW PPNI) Provinsi NTT mendapat undangan khusus dari RRI Kupang untuk membicarakan isu-isu menarik seputar profesi perawat.
Pada kesempatan itu, DPW PPNI NTT diwakili oleh Bapak Aemilianus Mau, S.Kep.,Ns, M.Kep atau biasa disapa Pak Willy selaku Ketua, dan Bapak Agustinus Ara, S.Kep.,Ns, M.Kes yang akrab dengan panggilan Pak Agus sebagai Wakil Ketua Bidang Pelayanan.
Dua perwakilan Perwat NTT tersebut diundang dalam sebuah acara bincang-bincang bernama “Lintas Pagi Kupang” di RRI Kupang dengan mengusung tema: “Tantangan Tugas Perawat Pasca Pandemi COVID-19.”
Ibu Christin Gegung, penyiar yang memandu acara obrolan pagi (pukul 09.00 WITA) itu, memulainya dengan menanyakan kepada Pak Willy dan Pak Agus terkait perayaan Hari Perawat Internasional.
Pak Willy yang diberi kesempatan pertama untuk bicara, langsung menjelaskan secara singkat mengenai sejarah perayaan IND. Menurutnya, IND itu sebagai penghormatan kepada tokoh keperawatan modern: Ibu Florence Nightingale yang lahir pada 12 Mei tahun 1820 silam. Karena jasanya sangat besar bagi lahirnya profesi perawat, maka tanggal lahirnya kini dikenang sebagai hari perawat internasional.
Pak Willy menambahkan, perayaan IND tersebut dikonsep oleh sebuah lembaga keperawatan dunia bernama ICN atau International Council of Nurses. ICN yang menentukan tema dan tata cara perayaan IND yang diikuti oleh organisasi perawat di seluruh dunia. Di Indonesia, PPNI menjadi perpanjangan tangan ICN untuk merayakan IND yang tahun ini mengusung tema: “Nurses: A Voice To Lead – Invest In Nursing And Respect Rights To Secure Global Health.”
“Tema ini tentang suara perawat untuk meningkatkan kualitas investasi keperawatan yang semakin baik untuk memenuhi hak-hak masyarakat akan pelayanan kesehatan,” kata Pak Willy. “Termasuk juga suara untuk pemimpin masyarakat agar memperhatikan hak-hak dalam memberikan pelayanan kesehatan.”
Ketika ditanya mengenai maksud “mengamankan kesehatan global” dari tema IND tersebut, Pak Willy menjelaskan dengan contoh nyata peran perawat dalam mengadapi pandemi COVID-19. Menurut Pak Willy, dengan keberadaan perawat sebagai vaksinator yang gencar memberikan pelayanan vaksin COVID-19 di semua tempat, saat ini kondisi pandemi jauh lebih baik. Kondisi kesehatan global jadi lebih aman.
Tantangan Perawat Pasca Pandemi COVID-19
Ibu Christin Gegung kemudian mengembangkan pertanyaan terkait peran atau tugas perawat dengan kondisi pandemi COVID-19. Penyiar RRI Kupang itu mengira tugas perawat atau tenaga kesehatan lain akan lebih santai setelah pandemi COVID-19. Apakah ada perbedaan tugas perawat pasca melandainya kasus COVID-19?
Pak Agus yang diberi kesempatan bicara mengatakan kalau peran perawat dari dulu hingga kini tetap sama, yakni memberikan perawatan kepada masyarakat yang menghadapi berbagai penyakit.
“Kemarin pandemi COVID telah membuktikan bahwa, keberadaan perawat itu memang sangat penting di dunia kesehatan,” tegas Pak Agus.
Karena alasan tersebut, menurut Pak Agus, pada momen IND kali ini menjadi kesempatan yang baik untuk menyuarakan kepada pemerintah atau para pemimpin untuk memberi investasi dan memperhatikan hak-hak perawat sebagai salah satu profesi yang menentukan sistem kesehatan dapat berjalan dengan aman.
Selain itu, Pak Agus juga menegaskan bahwa penurunan kasus COVID-19 tidak akan membuat perawat lengah. “Kami tetap memberikan yang terbaik untuk masyarakat pada semua tatanan layanan kesehatan, baik di tingkat primer maupun fasilitas kesehatan tingkat lanjut,” tambahnya.
Berkaitan dengan tantangan perawat dalam menangani COVID-19, Pak Willy ikut menambahkan tentang pentingnya perlindungan bagi perawat yang memberikan pelayanan langsung pada pasien. Menurutnya, selama pandemi COVID-19, banyak perawat yang mendapat perlakuan yang tidak wajar seperti kekerasan fisik/verbal, diskriminasi, dan bentuk ketidakadilan yang lain.
Pak Willy berharap masalah seperti itu bisa berkurang atau bahkan hilang, karena pada dasarnya perawat sudah berusaha memberikan pelayanan yang terbaik bagi pasien. Kalau tindakan yang tidak menyenangkan itu terus terjadi dan perawat tidak mendapatkan perlindungan yang memadai, takutnya sistem pelayanan kesehatan dapat terganggu.
Meski demikian, Pak Willy tetap optimis dengan profesi perawat yang akan terus eksis dalam menghadapi berbagai masalah kesehatan, termasuk setelah pandemi COVID-19 semakin mereda. “Perawat tetap siaga dengan masalah-masalah yang akan terjadi,” katanya dengan yakin.
Pak Willy juga mencontohkan bagaimana perawat tetap bersemangat dalam mendukung semua program pemerintah dalam bidang kesehatan. Ketua DPW PPNI NTT dua periode itu bercerita kalau dalam rangka perayaan IND kalin ini, PPNI NTT telah berkomitmen mendukung pemerintah dalam menyukseskan BIAN (Bulan Imunisasi Anak Nasional).
Perawat di Mata Dokter dan Nakes Lainnya
Penyiar Christin Gegung ternyata tidak hanya mengundang perwakilan perawat atau PPNI NTT, tapi juga menghadirkan narasumber lain yang mengikuti acara obrolan tersebut lewat sambungan telepon.
Bapak Yonas Laga Nguru, Ketua Dewan Pengurus Daerah Persatuan Terapis Gigi dan Mulut Indonesia (DPD PTGMI) Provinsi NTT, ikut memberikan pendapat terkait peran perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan, khususnya selama pandemi COVID-19.
Pak Yonas menjelaskan kalau profesi Terapis Gigi dan Mulut pada mulanya juga bagian dari perawat yang biasa disebut sebagai perawat gigi. Namun dalam perkembangannya, sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2014 tentang Kesehatan, Terapis Gigi dan Mulut menjadi profesi atau tenaga kesehatan yang terpisah dari perawat.
“Memang tidak satu rumpun lagi, tetapi tugas kami saling mendukung sebagai sesama nakes,” terang Pak Yonas.
Pada kesempatan itu, Pak Yonas juga banyak memberi pengakuan dan apresiasi bagi perawat yang sudah menjalankan tugas dengan baik, khususnya selama menghadapi pandemi COVID-19. “Kami berharap teman-teman perawat lebih eksis; lebih survive lagi, di tengah pandemi yang sedang melanda,” tambahnya.
Ibu Christin Gegung juga menghubungi dr. Imelda Ora lewat telepon untuk bergabung dalam obrolan tersebut. Penyiar RRI Kupang itu ingin memastikan perawat perawat dari kacamata seorang dokter yang juga menjabat sebagai Kepala Instalasi Rawat Inap RSUD Prof.Dr. W.Z Johannes Kupang.
“Pendapat saya secara pribadi, maupun mungkin ini juga pendapat sebagian besar teman-teman dokter umum dan dokter spesialis, perawat di NTT itu adalah panggilan khusus; panggilan hidup yang sangat-sangat luar biasa, di mana perawat ini memiliki peran penting sebagai garda terdepan di rumah sakit, puskesmas ataupun klinik-klinik yang ada,” aku dr. Imelda.
Berkaitan dengan masalah kekerasan atau diskriminasi yang sering dialami perawat, dr. Imelda juga mengakui sebagian pasien dan keluarga yang datang ke rumah sakit selama ini agak temperamen.
Padahal, menurut dokter spesialis saraf tersebut, perawat yang banyak berkolaborasi dengan dokter telah berusaha memberi pelayanan terbaik dengan menjalankan SOP (Standar Operasional Prosedur). Tapi mungkin karena dalam situasi darurat, banyak keluarga pasien yang salah persepsi, sehingga terjadi salah paham dan tindakan kekerasan pun terjadi.
“Kita perlu edukasi yang baik agar pasien dan keluarganya bisa lebih memahami tentang prosedur di unit emergensi,” tambah dr. Imelda.
Lebih lanjut, dr. Imelda menggambarkan bagaimana peran perawat dalam hubungannya dengan kerja dokter di fasilitas kesehatan. Menurutnya, banyak tugasnya sebagai dokter spesialis maupun rekan dokter umum yang terbantu dengan kinerja perawat.
“Kami lebih sering melakukan re-assesment yang sudah dilakukan teman-teman perawat di bagian depan. Jadi, keberadaan perawat ini sangat-sangat membantu tugas-tugas kami. Bagaimana dia harus melakukan follow-up tiap jam; bagaimana dia harus melaporkan apa yang dia sudah kerjakan; menulis kembali apa yang dia sudah kerjakan; itu sangat penting perannya,” jelas dr. Imelda.
Setelah penjelasan tersebut, rupanya Penyiar Christin Gegung belum puas. “Apakah benar perawat itu sebagai pembantu dokter?” Tanya penyiar RRI Kupang itu kemudian.
“Sangat tidak benar menurut saya,” tegas dr. Imelda. “Jauh dari kebenaran itu. Kami bekerja satu tim, di mana kerja kami sebagai dokter menginstrusikan apa yang harus dilakukan, kemudian bersama-sama dengan perawat melakukan tindakan-tindakan emergensi; tindakan penyelamatan nyawa dalam satu tim.”
Diskusi yang berlangsung kurang lebih 1 jam itu kemudian diakhiri dengan memberi pesan dan harapan baik bagi profesi perawat. Pak Yonas berharap agar rekan-rekan perawat tetap semangat dan menjadi garda terdepan dalam pelayanan kesehatan. Sementara itu, dr. Imelda berpesan agar perawat tetap rendah hati dalam memberikan pelayanan dan menjadi rekan kerja kami yang baik bagi dokter dan tenaga kesehatan lain.
Pa Agus mengingatkan kembali tentang semangat yang diperjuangkan Ibu Florence Nightingael sebagai tokoh pelopor keperawatan modern. Selain itu, Pak Agus juga mengingatkan tentang tantangan yang dihadapi perawat makin banyak dan berat. Karena itu, Pak Agus mengingatkan teman sejawatnya agar melaksanakan tugas sesuai standar dan tingkatkan caring.
“Kembangkan diri secara terus-menerus agar kompetensi kita terjaga dengan baik,” tutup Pak Agus yang juga menjabat sebagai Ketua DPK PPNI RSUD Prof. Dr.W.Z. Johannes tersebut.
Pak Willy juga mengingatkan hal yang senada dengan Pak Agus, khususnya tentang caring. Menurut Pak Willy, caring itu merupakan roh utama bagi perawat, di mana perawat memberikan pelayanan dengan hati; mengedepankan prinsip altuisme—mendahulukan kepentingan atau kebutuhan pasien.
Selain itu, Pak Willy juga berharap agar perawat itu aktif dalam setiap even, perawat itu harus tampil benar-benar sebagai garda terdepan. “Misalnya dalam kegiatan imunisasi, masalah penyakit tidak menular, dan sebagainya, perawa harus tampilkan perannya sehingga masyarakat bisa merasakan dia dirawat oleh perawat,” tutup Pak Willy.
Saverinus Suhardin (Infokom DPW PPNI NTT)