Oleh: Adriana Rambu Juni Rana, S.Kep.Ns

(Perawat RSUD Waibakul Kabupaten Sumba Tengah)

 Pada dua tahun terakhir, dunia dilanda pandemi COVID-19 yang mengakibatkan masyarakat kuatir dan gelisah akan kematian. Kondisi tersebut membuat semua ilmuwan berlomba mencari penyebab dan obat yang dapat menyembuhkan COVID-19, tapi semuanya belum berhasil. Para ilmuwan terus berusaha mencari dan membuat vaksin untuk disuntikkan pada semua manusia dari umur 7 tahun sampai dewasa, kecuali yang mengalami penyakit comorbid (hipertensi, penyakit gangguan imun lainnya). Vaksin COVID19 telah dibuat dan telah didistribusikan ke semua negara termasuk Indonesia yang telah mendapat vaksin dosis 1, 2 dan 3.

Masyarakat Sumba Tengah kurang lebih 80% telah mendapat vaksin COVID-19, namun masih ada 5-10% di antaranya masih terinfeksi COVID-1. Orang yang terinfeksi itu lebih banyak dialami oleh individu yang bekerja di kantor atau karena kurang istirahat. Ketika saya berpapasan dengan masyarakat, baik yang terinfeksi maupun tidak, saya mendengar pernyataan mengatakan, “Percuma saja kita vaksin padahal kita tetap terinfeksi COVID-19.”

Demikan pula terjadi pada orangtua anak (batuta) yang telah diimunisasi dasar lengkap di posyandu atau puskesmas sejak 0 bulan s/d 9 bulan dengan kategori lulus IDL, tapi dirawat di puskesmas maupun rumah sakit karena pneumonia, batuk rejan dan hepatitis, maka orangtua anak berasumsi dengan berkata, “Percuma ikut imunisasi sedangkan anak tetap menderita sakit.”

Hal itu didukung dengan informasi yang terjadi pada bulan April, di Jakarta ada tiga orang anak dirawat bahkan meninggal karena hepatitis. Dengan kondisi seperti ini, perawat harus menjelaskan tentang imunisasi.

Imunisasi adalah proses untuk membuat seseorang imun atau kebal terhadap suatu penyakit. Proses ini dilakukan dengan cara menyuntikkan vaksin yang bertujuan untuk membentuk daya tahan tubuh terhadap penyakit tertentu. Imunisasi rutin lengkap merupakan salah satu cara yang efektif dalam mencegah penyebaran penyakit.

Imunisasi bertujuan untuk melindungi diri dari berbagai penyakit yang berbahaya atau berisiko menyebabkan kematian. Imunisasi juga bisa menjadi cara untuk membentuk kekebalan kelompok (herd immunity). Hal ini penting untuk mencegah penyebaran penyakit pada orang yang tidak bisa menjalani imunisasi. Dengan kata lain, makin banyak orang yang mendapatkan imunisasi berarti makin sedikit pula orang yang terinfeksi penyakit.

Ketika anak sudah mendapatkan imunisasi, tubuh akan lebih mampu menghadapi dan mengalahkan infeksi penyakit. Dan saat sejumlah orang dalam suatu kelompok telah kebal terhadap penyakit, akan semakin sulit bagi penyakit itu untuk menyebar dan menular kepada orang yang belum diimunisasi. Hal ini yang disebut sebagai herd immunity atau kekebalan kelompok.

Jenis dan jadwal imunisasi yang akan diberikan kepada anak umur 0 bulan – 12 tahun:

  1. Vaksin Hepatitis B (HB) monovalen: sebaiknya diberikan kepada bayi segera setelah lahir sebelum berumur 24 jam, vaksin selanjutnya diberikan pada usia 2, 3, dan 4 bulan, satu kali booster: usia 18 bulan
  2. Vaksin Polio 0 (nol): sebaiknya diberikan segera setelah lahir. Vaksin IPV minimal diberikan 2 kali sebelum berumur 1 tahun, empat kali primer: usia 0-1, 2, 3, dan 4 bulan
    Satu kali booster: usia 18 bulan, vaksin IPV minimal diberikan 2 kali sebelum berumur 1 tahun
  3. Vaksin BCG: sebaiknya diberikan segera setelah lahir atau segera mungkin sebelum bayi berumur 1 bulan.
  4. Vaksin DPT: Tiga kali primer: usia 2, 3, dan 4 bulan dua kali booster: usia 18 bulan dan 5-7 tahun, jika diberikan sesudah usia 7 tahun, digunakan vaksin Td atau Tdap. Booster Td diberikan kembali saat kelas 5 SD , selanjutnya di ulang setiap 10 tahun
  5. MR/MMR: Satu kali primer MR: usia 9 bulan, ulangan MR/MMR: usia 18 bulan dan 5-7 tahun

Manfaat dari masing-masing vaksin yang dianjurkan untuk diberikan kepada Anak:

  1. Vaksin Hepatitis B untuk mencegah infeksi hati akibat virus hepatitis B yang dapat menyebabkan penyakit ringan yang berlangsung selama beberapa minggu atau bisa juga mengakibatkan penyakit berat yang berlangsung seumur hidup.
  2. Vaksin Polio untuk mencegah penyakit polio pada anak. Kebanyakan orang yang terinfeksi polio memiliki gejala ringan atau tanpa gejala. Namun, beberapa infeksi dapat menjadi sangat serius dan menyebabkan kelumpuhan atau ketidakmampuan bergerak pada bagian tubuh tertentu, seperti lengan, kaki atau otot pernapasan. Tidak ada obat untuk infeksi polio.
  3. Vaksin BCG untuk mencegah TB atau tuberculosis, yang disebabkan oleh infeksi bakteri mycobacterium tuberculosis.
  4. Vaksin DPT adalah vaksin kombinasi untuk mencegah tiga penyakit, yakni difteri, pertussis dan tetanus.
  5. Vaksin MR/MMR untuk mencegah penyakit Campak, Rubella dan gondongan.

Dengan bertambahnya usia anak, risiko kesehatan pun kian beraneka ragam. Salah satunya infeksi penyakit menular. Sebelum ada vaksin, banyak anak menjadi korban penyakit menular, seperti campak dan polio. Program imunisasi telah terbukti berhasil mengurangi angka kesakitan, kecacatan maupun kematian akibat penyakit yang bisa di cegah dengan imunisasi.

Karena itu, anak bisa mendapatkan manfaat imunisasi berupa perlindungan terbaik dari penyakit serius sehingga memberikan ketenangan pikiran bagi orang tua. Anak yang tidak diimunisasi memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena komplikasi yang dapat menyebabkan kecacatan atau bahkan kematian. Manfaat seperti itu dapat terjadi karena tubuh tidak memiliki sistem pertahanan khusus yang dapat melindungi tubuh dari penyakit-penyakit berbahaya tertentu, sehingga kuman akan semakin mudah berkembang biak dan menginfeksi tubuh anak.

Dalam rangka Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) sekaligus Hari Perawat Sedunia, maka perawat puskesmas di wilayah Sumba Tengah gencar untuk mengejar waktu demi pelaksanaan BIAN di desa dan sekolah dasar.

Pelaksanaan imunisasi tidak hanya secara teknik dilakukan perawat puskesmas, tapi selalu menjadi edukator yang baik, agar informasi yang diterima oleh masyarakat tidak hanya sebatas imunisasi. Mereka juga perlu mendapat informasi yang baik untuk disebarkan kepada orang lain, baik informasi tentang proses penyakit dan kondisi pendukung lainnya, sehingga pernyataan “percuma ikut imunisasi”  itu diganti dengan bersyukur dan berterimakasih karena sudah diimunisasi.

***

(Tulisan ini merupakan salah satu tulisan yang diikutkan dalam lomba menulis dalam rangka IND dan BIAN yang diselenggarakan DPW PPNI Provinsi NTT. Jika Anda suka dengan tulisan ini, silakan bagikan di media sosial Anda, karena salah satu penilaian diambil dari seberapa banyak tulisan ini dibaca orang. Selain itu, jika Anda tertarik ikut lomba menuli ini juga, klik informasinya di sini)

Artikulli paraprakDPW PPNI NTT Menghadiri Pencanangan BIAN Tingkat Kabupaten Kupang, Ini Pesan Bupati Korinus Masneno
Artikulli tjetërPentingnya Imunisasi dalam Melindungi Kesehatan Anak