Home Berita Wilayah Melihat Perawat Bekerja Sebagai Kepala Desa

Melihat Perawat Bekerja Sebagai Kepala Desa

0
232

Acara diskusi melalui live Instagram dalam rangka menyambut International Nurses Day (IND) tingkat Dewan Pengurus Wilayah Persatuan Perawat Nasional Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur (DPW PPNI NTT), seri pertama yang menghadirkan narasumber seorang perawat yang menjadi kepala desa, telah berlangsung pada Sabtu (22/04/2023) lalu.

Nama lengkapnya Anselmus Korandus Ikun Berek. Perawat yang akrab disapa Rhandy Berek itu merupakan alumnus Stikes Husada Jombang, Jawa Timur. Ia mengaku tidak pernah membayangkan akan menjadi kepala desa, sebab masih terbilang muda (30 tahun), dan baru saja menyelesaikan pendidikan sebagai perawat.

Tetapi, ketika ia pulang ke kampungnya di Desa Alas, Kecamatan Kobalima Timur, Kabupaten Malaka, saat itu sedang persiapan pesta demokrasi pemilihan kepala desa (Pilkades). Ia mengaku awalnya tidak punya niat khusus, tapi ketika orang-orang tua di desanya meminang dia untuk maju sebagai salah satu calon kepala desa, maka ia menjadi yakin dan menyatakan bersedia.

Saat itu ia tidak punya target untuk menang, tapi nyatanya ia meraih suara terbanyak. Ketika terpilih, ia mengaku banyak yang kaget karena tidak menyangka seorang perawat tiba-tiba beralih menjadi kepala desa.

“Saya sendiri juga merasa seperti mimpi,” ungkap Rhandy Berek.

Setelah menjalani tugas sebagai kepala desa selama kurang lebih 2 bulang, ia kemudian menyadari bahwa ilmu keperawatan maupun ilmu pemerintahan atau politik pada dasarnya sama saja, yaitu sama-sama bertujuan melakukan pelayanan kepada masyarakat.

Menurut Rhandy Berek, ilmu keperawatan sangat baik ketika diterapkan dalam pemerintahan. Sebagai contoh, ia menyebut peran ilmu komunikasi keperawatan yang salah satanya mengajarkan untuk senyum atau keramahan saat memberikan pelayanan.

Petrus Kanisius Siga Tage, S.Kep.,Ns, M.Kep, modarator yang memandu diskusi di akun Instagram @nttppni itu mengaku tertarik dengan kisah perawat yang menjadi kepala desa tersebut. Karena itu, Ketua Divisi Pemberdayaan Politik DPW PPNI NTT  yang biasa dipanggil Rusni Tage itu terus menggali pengalaman Rhandy Berek sebagai kepala desa.

“Apa saja tantangan ketika perawat menjadi kepala desa?” tanya Rusni Tage lebih lanjut.

Rhandy Berek menjelaskan, sebagai perawat yang tidak mempelajari ilmu pemerintahan secara khusus, maka ia harus melakukan adaptasi secara cepat. Selain itu, sebagai kepala muda ia juga kerap dianggap belum bisa memimpin. Tapi, ia mengaku tetap berupaya memberi pelayanan terbaik.

Tantangan berikutnya, desa yang ia pimpin—meskipun menjadi wajah terdepan Indonesia karena berbatasan dengan Timor Leste dan Australia—termasuk dalam kategori desa tertinggal. Ia berharap pemerintah dan pihak lainnya bisa memberi perhatian, sehingga sama-sama mendorongnya menjadi desa berkembang atau desa maju.

Rhandy Berek juga mengaku, tantangan lain yang ia hadapi adalah menyatukan lawan politik setelah pilkades berlangsung. Menurutnya, ia harus bisa membangun komunikasi dengan semua pihak untuk menyatukan banyak ego, sehingga terjaga kestabilan tingkat desa.

Ancaman Pergaulan Bebas

Ketika moderator, Rusni Tage, menyinggung masalah kesehatan yang paling menonjol di desanya, Rhandy Berek menyebutkan tiga (3) hal. Masalah kesehatan tersebut di antaranya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), Penyakit Menular Seksual (PMS), dan stunting.

Menurut Rhandy Berek, masalah pertama yang berkaitan PHBS sudah mulai diatasi perlahan. Sebagai contoh, untuk membiasakan cuci tangan, ia mewajibkan penerima manfaat Bantuan Langsung Tunai (BLT) di desanya untuk menyediakan sarana dan prasarana cuci tangan di rumah masing-masing.

Begitu pula dengan stunting, saat ini sudah mendapat perhatian khusus dari pemerintah pusat dan daerah, sehingga berbagai intervensi untuk mengatasi masalah nutrisi tersebut sudah mulai berjalan. Rhandy Berek saat ini justru mengkhawatirkan masalah PMS yang disebabkan oleh pergaulan bebas.

Menurut Rhandy Berek, kemajuan IPTEK ikut memengaruhi perilaku anak remaja, salah satunya seks bebas yang pada akhirnya menyebabkan PMS. Ia mengaku agak sungkan membicarakan masalah tersebut secara terbuka pada masyarakat, sebab sebagai desa adat, hal seperti itu masih dianggap tabu.

“Ini menjadi rahasia yang kita sembunyikan, tapi tidak luput dari pengamatan kita,” imbuh Rhandy Berek.

Sebagai gambaran, berdasarkan amatannya selama ini, di desanya sering ada berita viral  berupa foto bugil remaja yang tersebar. Menurutnya, perilaku tersebut sudah menjadi indikasi awal potensi terjadinya pergaulan bebas yang ujungnya mengakibatkan  PMS.

Karena itu, Rhandy Berek berharap dukungan dari PPNI untuk ikut mengedukasi para remaja di desanya agar memahami bahaya dari seks bebas. Selain itu, ia juga berharapan PPNI bisa melakukan advokasi kepada pemerintah sehingga bisa memberdayakan perawat untuk bekerja di desa.

Sebagai perawat, Rhandy Berek juga ikut prihatin dengan masalah yang masih menyelimuti profesi perawat. Karena itu menyarankan kepada pemerintah dan PPNI untuk memberi keleluasaan perawat dalam melayani masyarakat.

Selain itu, Rhandy Berek juga menyoroti cara pelayanan perawat atau tenaga kesehatan secara umum yang dianggap lebih fokus ke urusan administrasi. Menurutnya, selama ini pelayanan pasien gawat darurat selama ini agak lama pada urusan administrasi.

Ia juga berharap agar perawat bisa menjadi contoh atau role model bagi masyarakat dalam menjalankan PHBIS, menghindari PMS, mengatasi stunting, dan menerapkan ilmu komunikasi keperawatan yang tampak melalui senyuman yang tulus saat memberi pelayanan.

Kiat Menjadi Kepala Desa

Sebagai Ketua Divisi Pemberdayaan Politik  DPW PPNI NTT, Rusni Tage merasa tertarik untuk mengetahui strategi yang dipakai Rhandy Berek untuk memenangkan pilkades. Menurut Rusni Tage, pengalaman tersebut bisa menjadi inspirasi bagi perawat lain atau dijadikan pembelajaran politik bagi PPNI.

Rhandy Berek mengaku tidak memiliki strategi khusus. “Kita mengalir saja,” katanya.

Tapi, Rhandy Berek tidak bisa memungkiri peran ilmu keperawatan yang pernah dipelajarinya berpengaruh pada cara berpikir dan bertindak. Ia mengaku tidak bisa mengandalkan uang untuk menang pilkades, karena sebagai perawat yang baru lulus ia tidak memiliki modal yang cukup.

Karena itu, ia mengandalkan hubungan keluarga dan pertemananan di organisasi OMK (Orang Muda Katolik). Hubungan itu diperkuat dengan ilmu komunikasi keperawatan, yaitu selalu melakukan tegur-sapa dengan semua komponen tersebut. Pada akhirnya, Rhandy Berek mengaku tidak pernah mencalonkan diri, tapi ia dipinang oleh orang-orang tua atau masyarakat setempat.

Kabar baiknya, lanjut Rhandy Berek, saat ini pemilih rasional yang tidak mementingkan uang semakin banyak jumlahnya. Ia mengaku hanya perlu melakukan pendekatan dan memiliki niat untuk melayani sesama dengan baik. Pada akhirnya Tuhan merestui niat baiknya.

“Ijazah itu pertanda sudah sekolah, bukan jaminan untuk sukses. Untuk teman-teman perawat, jangan takut masuk ke politik, karena ilmu keperawatan sangat sempurna untuk memberi pelayanan di akar rumput,” tutup Rhandy Berek.

Penulis: Saverinus Suhardin (Infokom DPW PPNI NTT)