Dewan Pengurus Wilayah Persatuan Perawat Nasional Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur (DPW PPNI NTT) merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) PPNI ke-50 dengan upacara syukuran pada Minggu (17/03/2024) di Graha PPNI NTT yang berada di bilangan Jl. Nekafmese, Sungkaen, Kelurahan Naimata, Kota Kupang.
Kegiatan yang dimulai pukul 14.00 WITA itu dihadiri oleh tamu-undangan dari Dinas Kesehatan, Kependudukan, dan Pencatatan Sipil (Dinkesdukcapil) Provinsi NTT; Perwakilan UNICEF NTT & NTB; Ketua Organisasi Profesi Kesehatan se-NTT; dan Keluarga Besar DPW PPNI NTT.
Selain itu, syukuran HUT Emas PPNI itu juga diikuti secara daring oleh beberapa undangan lain seperti Dinkes Kab/Kota se-NTT; pimpinan fasilitas kesehatan se-NTT; pimpinan perguruan tinggi kesehatan se-NTT; Dewan Pengurus Daerah (DPD) dan Dewan Pengurus Komisariat (DPK) PPNI se-NTT; dan tamu-undangan lainnya.
Ibadah Syukur
Rangkaian acara syukuran tersebut diawali dengan ibadah yang dipimpin oleh Pater Siprianus Asa, CMF. Rohaniawan Katolik yang biasa disapa Pater Sipri itu, saat memberikan khotbah di hadapan hadirin, mengapresiasi kinerja perawat yang banyak memberi pertolongan bagi orang sakit.
Pater Sipri bercerita, dirinya pernah mengalami sakit pada saat pandemi COVID-19 sedang berlangsung. Ia merasa penciumannya hilang dan kondisi itu membuat dirinya khawatir. Saat itu memang banyak yang berusaha memberi bantuan, termasuk perawat, tapi semua tidak bisa bertemu secara langsung. Pada akhirnya ia mengaku berserah diri pada Tuhan, hingga kemudian bisa pulih kembali.
Berdasarkan pengalamannya tersebut, Pater Sipri mendapatkan pelajaran yang berharga. Menurutnya, kalau kita berusaha memberikan pelayanan sungguh-sungguh pada orang lain, maka Tuhan akan memberikan pertolongan. Karena itu, ia meyakinkan kepada para perawat agar sungguh-sungguh dalam memberikan pelayanan kepada orang yang membutuhkan bantuan kesehatan.
“Jangan pernah takut untuk berbuat baik,” pesan Pater Sipri untuk semua perawat yang sedang merayakan Tahun Emas PPNI.
Jadilah Kolaborator
Setelah ibadah syukur, kegiatan dilanjutkan dengan seremonial resmi perayaan HUT PPNI. Sesi ini diawali dengan cerita pengalaman Agustinus Ara, S.Kep.,Ns, M.Kes sebagai perwakilan perawat senior yang telah berpengalaman panjang memberi perawatan langsung pada pasien di rumah sakit. Kisahnya diharapkan mampu memberikan inspirasi dan motivasi bagi perawat muda dalam karya pelayanan di berbagai fasilitas kesehatan.
Agustinus Ara mengawali kisahnya saat menjadi lulusan baru dari Akper Kupang dan langsung direkrut oleh pemerintah menjadi perawat di RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang. Ia mengaku agak takut pada awalnya karena langsung ditugaskan di Unit Gawat Darurat (UGD).
Sebagai perawat pemula, ia mengaku masih kurang terampil dalam memberikan pelayanan pada pasien. Namun, berkat adanya perawat senior yang sudah terampil dan mau membimbingnya, pada akhirnya ia juga mampu melakukan pekerjaan tersebut dengan baik. Buah kerja kerasnya mengantarkan Agustinus Ara menjadi perawat yang mahir di bidang keperawatan kritis. Saat ini ia dipercayakan sebagai supervisor unit perawatan kritis di rumah sakit tempat dirinya bekerja.
Selama menjalani masa kerja, Agustinus Ara juga banyak mendapatkan tantangan. Sebagai contoh, saat pertama dirinya bekerja hanya mendapat upah sebesar 120 ribu rupiah per bulan. Tapi, baginya saat itu uang tidak menjadi ukuran dalam bekerja. Ia tetap fokus memberikan pelayanan yang baik, sambil terus mengasah kemampuan diri.
Ia juga bercerita kalau menjadi perawat pada tahun 90-an di Kota Kupang penuh dengan ancaman kekerasan dari pasien dan keluarga. Menurutnya, perawat sering kali menjadi profesi yang diremehkan oleh berbagai pihak. “Kamu cuma perawat, kok!?” kata Agustinus Ara dengan nada mengejek, seperti pengalaman yang ia rasakan.
Pengalaman kekerasan fisik maupun verbal seperti itu sempat membuat alumnus Pendidikan Ners Universitas Hasanudin itu menyerah jadi perawat. Tapi, dengan ketabahan dan semangat yang terus dipupuk, pada akhirnya ia berhasil melewati segala tantangan dan tetap mencintai profesi perawat hingga saat ini.
Berdasarkan pengalaman tersebut, Agustinus Ara lantas menyimpulkan bahwa menjadi perawat itu tidak semata-mata bertujuan mencari makan atau mengumpulkan duit. Lebih daripada itu, menurutnya semua pengalaman suka-duka menjadi perawat itu pada akhirnya mendewasakan diri.
Agustinus Ara menilai kondisi kerja perawat saat ini mungkin jauh lebih baik. Sistem pelayanan kesehatan telah ditata dengan baik, perawat pun mendapat pendidikan yang makin tinggi untuk menunjang pelayanan professional. Saat ini organisasi profesi perawat PPNI pun makin maju dan berkembang dalam mendukung profesionalisme perawat.
Meskipun sudah mengalami kemajuan di berbagai bidang, alumnus Magister Kesehatan Undana itu juga mengakui kalau profesi perawat belum mendapat pengakuan yang baik dari masyarakat. Menurutnya masih banyak keluhan terkait buruknya pelayanan perawat, misalnya berkaitan dengan kecepatan merespons setiap keluhan pasien.
Karena itu, Agustinus Ara berharap perawat muda bisa kembali pada inti pelayanan perawat, yaitu: caring. Selain itu, Ketua DPD PPNI Kota Kupang itu juga berharap agar perawat harus mampu menjadi kolaborator bagi profesi kesehatan yang lain. “Jangan mau hanya jadi pembantu bagi profesi kesehatan lain, tapi jadilah koloborator,” pesan Agustinus Ara.
Peduli untuk Bersinergi
Ketua DPW PPNI NTT, Dr. Aemilianus Mau, S.Kep.,Ns, M.Kep, membacakan sambutan tertulis Ketua Umum DPP PPNI saat perayaan HUT Emas PPNI tersebut. Secara umum, kata sambutan resmi yang ditandatangani Harif Fadhillah itu menggambarkan perjalanan PPNI sejak didirikan pada 17 Mare 1974 hingga berusia 50 tahun pada tahun 2024 ini.
Selama periode 50 tahun tersebut, PPNI telah banyak berkiprah dengan menjalin sinergi dengan pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat. Dan pada momen HUT Emas PPNI tersebut, semua perawat diharapkan untuk terus berdoa agar organisasi profesi itu semakin berkembang dan terpelihara kesatuannya di masa kini dan masa yang akan datang.
Lebih lanjut, Aemilianus Mau membacakan isi pidato tersebut yang berkaitan dengan tema HUT PPNI: “Tahun Emas PPNI, Peduli untuk Bersinergi.” Tema tersebut dinilai selaras dengan peran organisasi profesi, yaitu melindungi, mengayomi, membina, dan mengembangkan komunitas keperawatan di Indonesia. Harapannya, komunitas keperawatan makin peduli dengan asuhan keperawatan professional yang memberikan kesejahteraan bagi perawat, serta menjadi solusi bagi persoalan bangsa—terutama masalah kesehatan dan menjadi bagian dari pelaksana transformasi kesehatan.
Selain itu, tema HUT itu juga menekankan tentang pentingnya nilai kerja sama antarperawat maupun kerja sama dengan pihak lain. Perawat diharapkan selalu meningkatkan rasa peduli pada sesama, khususnya dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat yang adil dan terjangkau.
Pada bagian akhir pidato tersebut berisi pesan yang baik untuk perawat Indonesia. Perawat diharapkan menjadi sosok tenaga kesehatan yang kompeten dan dikagumi oleh banyak orang, termasuk oleh tenaga kesehatan lain berkat keprofesionalan yang cakap, berpengetahuan luas, dan memiliki karakter yang kuat. Perawat Indonesia harus meningkatkan citra profesi yang paling bergengsi dan terpercaya sebagaimana perawat di negara maju lainnnya.
Setelah membacakan pidato tersebut, Aemilianus Mau menyinggung persoalan munculnya organisasi profesi perawat yang baru setelah perubahan regulasi UU Kesehatan yang baru. Menurutnya, para tokoh pendahulu perawat telah mencontohkan pentingnya bersatu, sehingga semua bersepakat hanya membuat satu organisasi profesi perawat yang kenal PPNI saat ini.
Aemilianus Mau menilai, satu organisasi bagi profesi perawat merupakan kondisi yang terbaik. “Kalau ada lebih dari satu, kita mau mendengar yang mana?” lanjutnya. Karena itu, ia berharap PPNI tetap menjadi satu-satunya organisasi profesi yang melindungi dan mendukung peningkatan profesionalisme perawat.
Di hadapan Kepala Dinkesdukcapil NTT, Ketua DPW PPNI NTT yang sedang menjalami masa kepemimpinan periode kedua itu memperkenalkan kiprah yang telah dijalankan selama ini, khususnya kegiatan yang bersinergi dengan pembangunan kesehatan yang dijalankan Pemerintah Provinsi NTT. Beberapa di antaranya, PPNI NTT berperan dalam pengentasan masalah malaria, TBC, peningkatan capaian imunisasi, dan masalah kesehatan lainnya.
Selain itu, Aemilianu Mau juga memperkenalkan badan kelengkapan DPW PPNI NTT yang memiliki tugas dan fungsi untuk mendukung kebutuhan anggota maupun mengatasi masalah masyarakat secara umum. Badan kelengkapan itu di antaranya ada Bapena (Badan Penanggulangan Bencana) PPNI NTT; Ikatan/Himpunan Perawat sesuai dengan kompetensi keahlian masing-masing perawat; dan yang terbaru ada Pusat Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan (Pusbangdiklat) DPW PPNI NTT.
Aemilanus Mau menerangkan, Pusbangdiklat PPNI merupakan lembaga penyelenggara pendidikan dan pelatihan yang diakui oleh pemerintah dan telah terakreditasi dengan nilai A. Karena itu, Pusbangdiklat DPW PPNI NTT sebagai perpanjangan tangan dari lembaga tersebut bisa menyelenggarakan berbagai pelatihan bagi kebutuhan tenaga kesehatan di NTT.
“Semoga ke depan kita makin banyak bersinergi untuk kemajuan bersama,” tandas Aemilianus Mau.
Dinkesdukcapil NTT Akui Peran PPNI
Kepala Dinkesdukcapil NTT, Ruth Diana Laiskodat, S.Si, APT, M.M, dalam sambutannya mengakui perawat PPNI NTT yang telah banyak membantu Pemerintah Provinsi NTT. Menurutnya, peran perawat dalam bidang kesehatan itu tidak bisa tergantikan oleh profesi yang lain. Karena itu, sambil menyitir pesan Pater Sipri, ia berpesan agar perawat terus melayani pasien dengan kasih dan terus belajar dari para pasien.
Meski telah mendapatkan penilaian dan pengakuan yang positif, Ruth Laiskodat juga mengingatkan tentang branding buruk yang terus melekat pada orang NTT. Menurut pengalamannya ketika mengikuti ajang atau pertemuan di tingkat nasional, saat memperkenalkan diri dari NTT, selalu tertangkap kesan adanya peremehan dari pihak lain.
Karena itu, menurut mantan Kepala Inspektorat Daerah Provinsi NTT itu, setiap masyarakat NTT—termasuk perawat—perlu memperbaiki branding tersebut menjadi lebih positif. Ia menyarankan mulai dari tindakan sederhana, misalnya membiasakan diri untuk memberi senyum, salam, sapa, dan solusi kepada orang yang membutuhkan bantuan kita.
Selain itu, ia juga menyarakan agar setiap lembaga seperti PPNI perlu menyiapkan media untuk mempromosikan diri dan profesinya, sehingga makin dikenal oleh masyarakat luas. Ia berharap perawat dan PPNI berani menulis yang berkaitan dengan profesinya, lalu menyebarkan tulisan yang baik itu di bulletin, brosur, dll.
“Semua media sosial itu harus aktif,” imbuhnya.
Sebagai contoh, Ruth Laiskodat bercerita tentang seleksi tenaga kesehatan teladan yang pada tahun 2023 ada perawat dari NTT yang menjadi juara satu perawat teladan nasional. Menurutnya, nakes atau perawat yang lain sebenarnya memiliki banyak kegiatan kreatif dalam memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat. Namun, tidak semua mampu menuliskannya dengan baik, sehingga tidak bisa berpartisipasi dalam ajang nakes teladan.
Karena itu, ia menekankan betapa pentingnya membangun branding yang positif melalui kegiatan menulis dan memublikasikannya secara luas. Ruth Laiskodat berpesan kepada perawat untuk berani menulis untuk membangun branding yang baik. “Kalau branding nggak oke, kita akan sering diremehkan,” tambahnya.
Ruth Laiskodat menambahkan, selama ini NTT selalu di-branding jelek di berbagai media. Karena itu, ia menyarankan agar mulai saat ini semua pihak untuk sama-sama membangung branding yang baik. Termasuk buat PPNI yang berjuang untuk profesi perawat, harus banyak melakukan perjuangan lewat tulisan.
“Bagaimana supaya orang tahu PPNI itu ada? Tulis, poles sedikit, lalu publikasikan yang terbaik,” pesan Ruth Laiskodat.
Penulis: Saverinus Suhardin (Infokom DPW PPNI NTT)