Ketika penghitungan suara hasil pemilihan ketua DPW PPNI Provinsi NTT hampir selesai dan sudah terlihat siapa yang bakalan menang, dua orang calon yang merupakan figur terbaik dalam organisasi profesi perawat di NTT itu saling berpelukan.

Begitu pula ketika penghitungan suara selesai, keduanya saling bersalaman dan berpelukan. Tidak terlihat adanya rivalitas. Pemilihan ketua itu berlangsung dalam suasana kekeluargaan, damai; yang terlihat hanya pertarungan ide. Adu otak, bukan adu otot.

Kelopak mata saya spontan terasa lembab setelah melihat peristiwa itu. Dua figur yang saya hormati–Bapak Nikolaus N. Kewuan, S.Kep, Ns, MPH yang biasa disapa Pak Niko dan Bapak Aemilianus Mau, S.Kep.,Ns, M.Kep yang biasa disapa Pak Willy–sama-sama menunjukkan sikap sportivitas dan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi.

***

Saya lebih dulu mengenal Pak Niko. Waktu itu tahun 2008. Saya masih sebagai mahasiswa baru keperawatan di salah satu kampus di Kota Kupang, dan Pak Niko menjadi salah satu dosennya.

Saat itu Pak Niko mengampu mata kuliah Konsep Dasar Keperawatan (KDK). Isinya mencakup hal-hal fundamental terkait profesi perawat. Saya masih ingat jelas, pada pertemuan terakhir menjelang ujian akhir semester, Pak Niko juga menjelaskan tentang organisasi PPNI.

Menurutnya, materi tentang wawasan dasar PPNI itu sebenarnya tidak masuk dalam silabus perkuliahan. Tapi kerena penting diketahui calon perawat seperti kami waktu itu, beliau rela membuat pertemuan tambahan. Saya masih ingat jelas, beliau sampai membagikan kopian anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) organisasi profesi perawat tersebut.

Kurang lebih setahun kemudian, saya juga akhirnya berkenalan dengan Pak Willy. Relasinya masih sama; saya mahasiswa dan Pak Willy adalah dosen yang mengajarkan saya banyak hal tentang profesi perawat dan ilmu keperawatan.

Dari hubungan mahasiswa-dosen hingga kelak saya lulus kuliah dan resmi menjadi perawat, saya cukup mengenal karakter keduanya. Bagi saya, keduanya orang hebat, tidak berlebihan kalau disebut sebagai bagian dari tokoh keperawatan di NTT.

Makanya saya setuju ketika salah seorang perawat senior lainnya, Pak Agustinus Ara, S.Kep,Ns, M.Kes yang juga menjadi dosen saya dulu, berkomentar menjelang pemilihan, “Mereka sama-sama bagus, punya kompetensi dan integritas untuk memajukan organisasi.”

Karena alasan itulah, saya agak bingung ketika menentukan siapa yang akan menjadi ketua DPW PPNI Provinsi NTT periode 2022-2027.

Saya bimbang, tapi pada akhirnya tetap harus menentukan pilihan. Sampai di tempat pemilihan, saya tuliskan satu nama yang terpikirkan saat itu, tanpa berpikir panjang lagi.

Pra Muswil

Kurang lebih dua minggu sebelum Muswil VI PPNI Provinsi NTT dihelat, panitia menyelanggarakan rapat koordinasi dengan pengurus DPD PPNI tingkat kota/kabupaten se-provinsi NTT.

Saat itu saya mendapat mandat dari Ketua DPD PPNI Kabupaten Kupang, sebab Ibu Awaliyah M. Suwetty, S.Kep,Ns, M.Kep selaku ketua sedang mempersiapkan kelahiran anak pertamanya.

Saya tentu saja senang diberi kesempatan seperti itu, sebab bagi saya, setiap tugas atau kesempatan selalu menjadi arena belajar yang baik. Dan setiap orang yang akan saya temui di sana, mereka adalah guru yang bijak.

Rapat koordinasi itu sebenarnya hanya mau memastikan kehadiran utusan 3 orang tiap DPD (kita/kabupaten), sekaligus memberi gambaran terkait sejauh mana persiapan yang sudah dilakukan panitia pelaksana.

Tapi di luar pembahasan utama itu, ada isu lain yang tidak kalah menarik. Waktu itu dari panitia pengarah sempat mengirim pesan WA kepada setiap ketua DPD untuk bisa menginformasikan lebih dini, kira-kira siapa bakal calon ketua DPW PPNI Provinsi NTT yang akan diusung atau dicalonkan.

Rupanya pesan itu mendapat respons penolakan dari banyak pengurus DPD. Ada yang mencurigai kalau cara-cara seperti itu dapat memanipulasi proses pemilihan, sehingga akan merusak citra demokrasi dalam muswil.

Pihak panitia kemudian menjelaskan kalau permintaan itu sekadar menginventarisir bakal calon ketua; supaya panitia bisa memastikan nama orang yang dicalonkan tersebut bisa hadir saat muswil berlangsung. Pada akhirnya panitia tidak memaksa setiap pengurus DPD untuk menyampaikan nama bakal calon ketua. Biarkan itu disampaikan saat muswil berlangsung.

Pada kesempatan itu, Pak Willy yang merupakan ketua DPW PPNI Provinsi NTT, menyampaikan secara terbuka kalau dirinya akan mencalonkan diri lagi sebagai ketua pada muswil ke-6 tersebut.

Hingga rapat via Zoom itu ditutup, belum ada nama bakal calon lain yang diusung atau dijagokan pihak DPD untuk maju bersaing dengan Pak Willy dalam merebut kursi “PPNI 01” di NTT.

Berapa hari kemudian, sebagaimana kesekapatan dalam rapat koordinasi, setiap pengurus DPD PPNI mendapat kiriman buku panduan muswil dari panitia pelaksana.

Buku panduan itu berisi jadwal acara, tata tertib musyawarah, garis-garis program kerja, dan isu strategis atau rekomendasi yang perlu digaungkan dalam musyawarah kelak.

Panitia sengaja membagikan softcopy buku panduan itu lebih awal, agar setiap utusan muswil bisa mempelajarinya lebih maksimal. Jika setiap utusan sudah paham, maka proses musyawarah jauh lebih efektif dan efisien.

Muswil VI PPNI NTT

Musyawarah wilayah VI PPNI Provinsi NTT dihelat di Neo Hotel by Aston, Kupang. Kegiatan dimulai sejak Jumat (11/02/2022) sore hingga Minggu (13/02/2022) pagi.

Hari Jumat siang pukul 13.00, di wilayah Baumata Barat sedang hujan. Lumayan lebat. Ketika agak reda, saya nekat jalan menuju tempat acara dengan sepeda motor.

Sampai di hotel Neo, pakaian saya agak basah. Saya berusaha mencari panitia agar segera mendapatkan kamar.

“Daftar di meja panitia dulu, Pak,” demikian keterangan salah satu panitia sambil menunjuk ke arah yang dimaksudkannya.

Di sana petugas mencocokkan identitas saya dengan data yang sudah kami isi sebelumnya secara daring. Setelah cocok, panitia menanyakan ukuran baju, lalu menyerahkan barang yang disebut sebagai muswil kit.

Muswil kit itu dibungkus dalam sebuah tas punggung. Di dalamnya berisi baju kaus, gantungan tanda pengenal, balpoin, dan buku panduan muswil. Menurut saya, kualitas muswil kit itu bagus.

“Silakan swab di sana, Pak,” jelas panitia lebih lanjut.

“Saya dari Kupang sini saja, Ibu,” saya berharap aturan rapid test COVID-19 itu berlaku bagi utusan dari luar Kota Kupang saja.

“Semua wajib dites, Pak,” jawabannya tegas, “kami semua panitia juga sama, demi keamanan bersama.”

Saya tidak bisa mengelak lagi. Saya sudah lupa kapan terakhir merasakan geli di hidung gara-gara di-swap. Demi keamanan dan kenyamanan bersama, saya berusaha untuk tabah.

Selesai urusan tes COVID-19, kami diarahkan panitia untuk foto di tempat yang sudah disiapkan khusus untuk itu. Latarnya sebuah baliho besar yang menyajikan gambar dan tulisan terkait acara muswil.

Setelah itu, saya akhirnya mendapatkan kunci kamar. Saya segera ke kamar sesuai nomor yang tertera, sebab pakaian yang basah sejak tadi membuat saya tidak nyaman.

***

Pukul 16.00 WITA, saya bersama rekan-rekan utusan dari DPD PPNI Kab Kupang maupun dari kota/kabupaten yang lain sudah mulai memenuhi ruang acara muswil berlangsung.

Kegiatan muswil diawali dengan acara pembukaan. Selain dihadiri utusan dari DPD PPNI se-provinsi NTT, kegiatan pembukaan itu juga dihadiri undangan yang terdiri dari pimpinan perguruan tinggi kesehatan/keperawatan, ketua atau pengurus organisasi profesi lain, ketua ikatan yang ada dalam profesi keperawatan, dan lainnya.

Muswil itu juga dihadiri utusan dari DPP PPNI (pengurus pusat) yang bertugas sebagai peninjau. Pemerintah Provinsi NTT juga diundang; awalnya Wakil Gubernur dikabarkan akan hadir, tapi menjelang acara pembukaan dimulai, ternyata beliau ada tugas lain yang tidak bisa ditinggalkan. Sebagai gantinya, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTT hadir, sekaligus membuka kegiatan secara resmi.

Ketua panitia pelaksana muswil, Bapak Nikolaus N. Kewuan, S.Kep,Ns.,MPH, dalam laporannya menyampaikan kalau peserta muswil itu terdiri atas utusan dari 20 DPD PPNI se-NTT. Ada dua DPD yang tidak sempat hadir, tapi tetap memenuhi kuorum sehingga tidak menggangu pelaksanaan muswil.

Pak Willy selalu ketua DPW PPNI Provinsi NTT, pada saat sambutan lebih banyak mengapresiasi kerja keras panitia dan semua pihak yang melancarkan kegiatan muswil.

Ketua DPP PPNI yang diwakili Bendahara Umum, Bapak Apri Sunadi, memberikan banyak apresiasi kepada pengurus DPW PPNI Provinsi NTT. Ada banyak prestasi dan kemajuan yang telah diraih oleh perawat NTT, salah satunya telah memiliki Graha PPNI yang merupakan rumah bersama bagi seluruh perawat di NTT.

Perihal muswil, Pak Apri berharap agar pelaksanaannya berlangsung lancar dan dalam suasana yang damai.

“Muswil ini rutinitas, jadi jaga kekompakan,” katanya, “Jangan sampai berlarut-larut hanya membahas satu hal kecil.”

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTT yang mewakili Pemerintah Provinsi NTT mengapresiasi dan mendukung kegiatan yang dilakukan oleh PPNI NTT. Pemerintah mengakui profesi perawat sudah banyak berkontribusi dalam pembangunan daerah, khususnya bidang kesehatan.

“Perawat adalah salah satu pahlawan dalam pelayanan COVID-19 selama ini,” katanya dengan tegas dan diikuti tepuk tangan hadirin.

Selanjutnya, pemrov NTT tetap membutuhkan kontribusi perawat dalam menyelesaikan masalah kesehatan yang ada. NTT memiliki banyak masalah kesehatan, salah satu yang sedang menjadi perhatian saat ini adalah masalah stunting.

Sebagai bentuk perhatian perawat, setelah seremonial pembukaan itu memang telah di-setting untuk melaksanakan seminar seputar masalah stunting.

Seminar sesi pertama mengusung topik, “Kebijakan Pemerintah Provinsi NTT dalam Menurunkan Angka Stunting.” Topik ini harusnya disampaikan oleh Wakil Gubernur NTT, tapi karena berhalangan, materi itu disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTT.

Seminar itu dimoderatori oleh Dr. Sabina Gero, S.Kp, M.Sc; termasuk untuk sesi kedua yang dibawakan oleh utusan DPP PPNI dengan topik, “Peran Perawat dalam Mendukung Pembangunan Kesehatan Khususnya dalam Mencegah dan Menangani Stunting.”

Seminar sesi 3 dan 4 dipandu oleh Dr. Florentianus Tat, S.Kp, M.Kes sebagai moderator. Pembicaranya berturut-turut: Anita Taulasik, S.Kep, Ns.,MAN dengan topik “Askep pada Anak dengan Stunting,” dan Bapak Dr. Rafael Paun, SKM, M.Kes yang membawakan materi tentang, “Pemberdayaan Keluarga dalam Pencegahan dan Penanganan Stunting.”

Seminar itu berlangsung seru dengan diskusi yang menarik dari berbagai peserta, baik yang hadir secara langsung maupun yang mengikuti secara daring via Zoom.

***

Setelah makan malam, panitia mengingatkan peserta muswil untuk kembali ke ruangan acara. Ada tiga sidang pleno yang harus diselesaikan malam itu juga.

Pleno pertama dipimpin oleh pihak DPW PPNI Provinsi NTT. Sidang ini khusus membahas sekaligus mengesahkan jadwal kegiatan dan tata tertib.

Proses pembahasan tata tertib terbilang lancar dan cepat, sebab semua peserta sudah mempelajarinya terlebih dahulu, sehingga bisa fokus pada bab atau ayat yang bermasalah saja. Selain itu, peserta sepakat dan pimpinan sidang langsung mengetuk palu.

“Sahhhh…”

Tapi, itu tidak berlaku pada bagian BAB VIII, pasal 18 yang berisi tentang Persyaratan Calon Ketua DPW. Kami mendikskusi ayat-ayat yang ada dalam pasal ini cukup alot, khususnya pada poin yang ke-4.

Pada ayat tersebut ada pernyataan bahwa bakal calon ketua DPW itu harus didukung oleh minimal 11 DPD yang hadir.

Pak Kelana, Ketua DPD PPNI Kab. Manggarai Barat menyatakan keberatan dengan substansi ayat tersebut. Baginya, hal itu tidak memberi ruang yang luas bagi anggota untuk mendapatkan hak untuk dipilih sebagai ketua. Karena itu, Pak Kelana mengusulkan agar jumlah DPD pengusung itu cukup 4 saja.

Peserta lain juga sependapat, tapi mereka mengusulkan jumlah pengusung bakal calon ketua DPW yang berbeda. Ada yang mau setiap bakal calon harus didukung minimal 5 DPD. Ada yang 6, 7, dan seterusnya.

Di bagian ini memang agak lama diskusinya. Pada akhirnya pimpinan sidang mengetuk palu setelah semua peserta sepakat dengan jumlah 6 DPD. Setiap bakal calon dianggap sah jika didukung oleh minimal 6 DPD yang hadir.

Setelah itu dilanjutkan dengan Pleno 2 dengan agenda: pemilihan pemimpin sidang atau biasa disebut Pimpinan Muswil.

Selanjutnya, Pimpinan Muswil yang baru terpilih itu langsung menyelenggarakan pleno ke-3 dengan agenda: Laporan Pertanggungjawaban Pengurus PPNI NTT periode 2015-2020 (yang diperpanjang hingga 2022 karena wabah COVID-19).

Pak Willy tampil ke panggung, lalu beliau menjelaskan apa saja yang ia dan timnya kerjakan selama kurang lebih 7 tahun terakhir.

Sementara Pak Willy memaparkan hasil kerja dengan bantuan power point, ada tim panitia yang membagikan buku laporan pertanggungjawaban yang lebih lengkap.

Bahkan sebelum Pak Willy mulai bicara, ada dua panitia yang mengangkat sebuah peti seukuran lemari pasien di RS. Kami baru tahu isinya apa ketika ada yang bertanya soal laporan keuangan. Pak Willy menjelaskan kalau keuangan sudah diperiksa oleh akuntan publik, dan bagi yang masih ragu bisa membuka peti besar itu untuk memastikan keakuratannya.

Malam itu, saya perhatikan tidak ada satupun peserta yang berniat membuka peti besar itu.

Selain itu, setelah Pak Willy menyampaikan laporan kerjanya, setiap utusan dari DPD diberi kesempatan untuk memberi tanggapan.

Hampir semua menyampaikan apresiasi dan tanggapan lain yang bernada positif. Semua  utusan menerima laporan itu tanpa ada catatan yang terlalu memberatkan.

Setelah itu, Ketua dan pengurus DPW PPNI Provinsi NTT dinyatakan demisioner. Pak Willy kembali menjadi anggota biasa, dan saat itu baru ia yang satu-satunya menyatakan dengan terbuka, bahwa dirinya siap mencalonkan diri lagi sebagai ketua DPW PPNI Provinsi NTT periode 2022-2027.

Muswil Hari Kedua

Pagi hari Sabtu (12/02/2022) dilanjutkan dengan kegiatan muswil. Setelah sarapan pagi, kami masuk lagi ke ruangan sidang. Setiap orang duduk sesuai komisi yang telah ditentukan sebelumnya.

Setiap komisi membahas gambaran umum program kerja yang akan diperjuangkan DPW PPNI Provinsi NTT selama 5 tahun mendatang.

Setelah rapat komisi, hasilnya dipresentasikan. Anggota komisi lain bisa mengomentari atau memberi masukan. Jika pas, maka ide dari hasil rapat komisi itu disahkan. Itulah gambaran pleno ke-4 dan 5 pagi itu.

Sebentar lagi akan memasuki pleno yang ke-6. Ini bagian yang ditunggu-tunggu banyak orang. Siapakah yang akan memimpin PPNI NTT ke depan?

Sejak semalam, setelah ketua sebelumnya dinyatakan demisioner, pembicaraan bakal calon ketua mendengung dari mulut ke mulut. Itu menjadi topik utama yang terjadi di ruang sidang. Ia juga tetap menjadi ide dominan ketika berbincang di ruang makan, di lorong hotel, dan di sudut yang lain.

Selain Pak Willy yang lebih dulu menyatakan siap maju kembali sebagai calon ketua, saya agak lega karena sudah ada figur lain yang siap berlaga.

Rasa senang itu bukan berarti saya tidak suka dengan Pak Willy yang maju kembali sebagai calon ketua. Bukan itu. Tapi, saya menginginkan proses pemilihan ketuanya yang LUBER (langsung, umum, bebas, dan rahasia) dan tentu saja demokratis. Harus ada figur perawat lain yang berani berlaga dalam pemilihan ketua.

Pimpinan Muswil menyilakan perwakilan tiap DPD PPNI Kab/Kota se-NTT yang hadir untuk menyampaikan nama bakal calon ketua DPW. Sesuai tata tertib yang telah disahkan, proses penyampaian nama bakal calon itu dilakukan secara tertutup.

Satu orang perwakilan tiap DPD diminta maju, lalu mengambil kertas suara yang disiapkan panitia. Kertas itu dibawa ke podium; di situlah tempat perwakilan DPD menuliskan figur yang diusung. Kertas itu hanya dituliskan nama bakal calon, tidak ada informasi mengenai identitas penulis atau asal DPD.

Sesuai informasi sebelumnya, ada 20 utusan DPD PPNI yang hadir. Satu utusan dari tiap DPD telah menentukan bakal calon ketua DPW. Kini dilanjutkan dengan pengecekan nama dan penghitungan suara.

Hanya ada dua nama yang terdengar dibacakan pimpinan muswil. Pertama, tentu saja Pak Willy. Kedua, nama baru yang muncul adalah Pak Niko; rekan baik Pak Willy yang menjadi ketua panitia pelaksana muswil.

Hasil penghitungan suara menunjukkan Pak Willy lebih unggul. Pak Niko diusung oleh 6 DPD, sedangkan 14 DPD yang lain masih menginginkan Pak Willy tetap memimpin PPNI NTT.

Meski dukungan untuk Pak Niko lebih kecil, namun sesuai tata tertib, jumlah 6 pendukung dari DPD itu sudah memenuhi syarat minimal sebagai calon ketua.

Selanjutnya, pimpinan muswil memastikan kesediaan masing-masing bakal calon. Pak Willy sudah jelas, sebab beliau sudah menyampaikannya jauh-jauh hari sebelumnya. Bagaimana dengan Pak Niko?

“Saya menghormati 6 DPD yang telah mendukung,” demikian pernyataan Pak Niko. “Karena itu, saya siap maju…”

Hadirin bertepuk tangan. Saya ikut lega dan senang. Terlepas bagaimana hasil akhirnya kelak, saya menginginkan proses pemilihan yang bersifat LUBER. Dan dari respons peserta, mereka juga tampak antusias. Saya mendengar ada yang berkomentar, kalau dipilih secara aklamasi, rasanya kurang seru.

Pimpinan Muswil selanjutnya memberi kesempatan kepada masing-masing calon ketua menyiapkan visi-misi yang akan diperjuangkan jika terpilih kelak.

Ketika diberi kesempatan menyampaikan di hadapan pemilih, Pak Niko menjelaskan kalau dirinya tidak memiliki visi-misi pribadi. Ia berjanji akan melaksanakan roda organisasi sesuai dengan AD/ART dan peraturan organisasi yang telah ditetapkan.

Sebaliknya, Pak Willy memaparkan secara singkat berbagai program kerja dan rencana strategis lain yang akan dimaksimalkan pada periode selanjutnya. Ia mengakui ada banyak kelemahan selama satu periode yang telah lewat, karena itu ia dan timnya kelak akan memperbaiki lebih baik.

Dua calon ketua DPW itu sama-sama optimis dan mampu memberi harapan yang baik bagi pemilih, maupun bagi perawat di NTT secara umum.

Saya mendengar ada rekan yang berkomentar, “Siapa saja yang terpilih nanti, tidak masalah. Mereka sama-sama bagusnya.”

Dua calon itu juga terlihat rileks. Sesekali keduanya berbincang, lalu tertawa. Keduanya menikmati proses demokrasi itu dengan gembira. Pada saat tertentu, mereka sempat bersalaman dan  berpelukan. Keduanya akrab, tidak ada ketegangan sama sekali.

Jumlah peserta yang mempunyai hak pilih saat itu ada 60 orang. Itu terdiri dari tiga orang utusan tiap DPD; tapi ada beberapa DPD yang datang kurang dari tiga orang. Kemudian ditambah 5 utusan dari DPW. Sedangkan 4 orang peninjau dari DPP PPNI tidak memiliki hak suara.

Pelaksanaan pemilihan dilakukan persis ketika menentukan bakal calon. Bedanya, setiap utusan tiap DPD diminta maju bersamaan.

Pertama, utusan DPD mengambil kertas suara, dan memastikan kertas itu bersih dan tidak cacat.

Kedua, setiap peserta yang mendapat kertas suara berpindah ke tempat untuk menulis nama calon yang dipilih; semacam “bilik suara” dalam pemilu.

Ketika, kertas yang telah ditulis nama calon ketua DPW itu dilipat kecil, kemudian dimasukkan ke dalam wadah “kotak” suara.

Selesai.

***

Waktu penghitungan suara menjadi momen yang paling ditunggu-tunggu. Semua tampak diam, tegang, menunggu dengan perasaan tidak pasti.

Setiap penambahan jumlah suara dari kedua calon, peserta bersorak dan bertepuk tangan. Kedua calon yang duduk di depan terlihat tetap ngobrol dengan santai.

Ketika jumlah suara Pak Willy sudah melewati angka 30, Pak Niko langsung mengucapkan selamat. Keduanya bersalaman, kemudian berpelukan.

Saat itulah, tanpa saya sadari, kedua kelopak mata saya terasa sembab. Saya terharu, dua tokoh yang saya kagumi, telah menunjukkan pelajaran berharga.

Pak Willy terpilih kembali dengan perolehan suara yang sangat meyakinkan, 50 suara. Sedangkan Pak Niko hanya mendapat 10 suara. Semua senang, Pak Niko juga tampak senang-senang saja.

“Tidak ada yang menang, tidak ada yang kalah…,” demikian pertanyaan Pak Niko setelah penghitungan suara selesai, “kita semua dibutuhkan untuk memajukan profesi perawat.”

Sekali lagi terdengar sorakan dan tepuk tangan peserta. Semua orang menerima hasil pemilihan yang demokratis tersebut. Tidak ada protes, tidak ada sanggahan. Sah, Pak Willy melanjutkan kerjanya untuk memajukan profesi perawat di NTT.

***

Kegiatan dilanjutkan dengan pleno dan agenda yang tersisa. Ketua terpilih langsung dilantik dan memberi kata sambutan perdana.

Bendahara Umum DPD PPNI yang mejadi perwakilan ketua, dalam sambutannya menekankan agar komposisi pengurus wilayah yang akan dibentuk sebaiknya harus memiliki dua kriteria: memiliki kompetensi dan semangat untuk melayani sesama.

Setelah pelantikan, pleno dilanjutkan dengan agenda pemilihan dan pengesahan Tim Formatur dan Tim Perumus. Tim formatur bertugas menentukan badan pengurus, sedang tim perumus menjabarkan program kerja secara rinci berdasarkan hasil usulan dalam sidang komisi.

Pleno terakhir menentukan tempat muswil berikutnya. Setelah diskusi panjang-lebar, peserta akhirnya sepakat, Muswil ke-7 PPNI NTT akan dihelat di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat.

Kegiatan inti sudah berakhir, tapi panitia telah merancang kegiatan penutupan yang sangat spesial. Setiap peserta muswil diajak mengikuti Gala Dinner bersama dengan pihak Pemerintah Provinsi NTT.

Kegiatan Gala Dinner ini dilaksanakan langsung di rumah jabatan Gubernur NTT.  Semua peserta tampak antusias.

Momen makan malam tentu saja tidak sekadar membuat kenyang, tapi juga menjadi kesempatan membangun relasi yang baik antara PPNI NTT dengan pemerintah provinsi dalam urusan pembangunan kesehatan masyarakat, demi mewujudkan “NTT Bangkit, NTT Sejahtera.”

Artikulli paraprakPerawat, Tetaplah Sehat Mengurus Kami (Refleksi HUT PPNI ke-47 Tahun 2021)
Artikulli tjetërMKEK DAN DPW PPNI NTT 2022-2027 TELAH DILANTIK, BERIKUT SUSUNAN BADAN PENGURUSNYA